Jumat, 30 Oktober 2009

Menuju Pernikahan [PS]

ILUSTRASI KARAKTER
1 tahun sudah berlalu setelah aku berlibur di desa sambil membiarkan Mang Karyo dan Mbah Tanto mendepositkan benihnya ke dalam rahimku. Aku beraktifitas seperti biasa, pergi kuliah, jalan-jalan, shopping, dan kadang-kadang kalau aku libur lebih dari 2 hari, aku langsung pergi ke desaku untuk melepas rindu terhadap Mang Karyo dan Mbah Tanto, juga seperti yang telah aku janjikan setiap hari Senin, Rabu, dan Sabtu aku harus menemani pak Bara, pak Maman, pak Wawan, dan pak Jono ngeronda tanpa sehelai benangpun menutupi tubuhku.

Kebetulan hari ini, aku sedang rajin kuliah, dan semua dosen mata kuliahku pun masuk semua hingga aku pulang agak sore dari biasanya. Aku langsung pulang ke rumah karena badanku sudah terasa pegal bukan kepalang. Setelah sampai di rumah, aku memakirkan mobilku ke garasi, lalu aku masuk ke dalam dan karena ibu sedang mengantar Rini les piano, aku mengunci pintu dan menuju kamar.
"akhirnya,,", kataku setelah membanting tubuhku ke ranjangku yang terasa sangat nyaman.

Tanpa sadar, dalam 1 menit mataku sudah tertutup rapat dan aku sudah melanglang buana di alam mimpi. Akhirnya aku bangun setelah tidur dari jam 5 sore hingga jam setengah 11 malam. Aku melihat ke kamar Rini ternyata dia sudah tidur, lalu aku turun ke bawah sambil menggunakan pakaian bekas kuliah tadi karena aku belum ganti pakaian. Ternyata, ada seseorang yang sedang menonton tv.
"oh,,papah..kirain siapa..".
"eh,,Bunga,,kamu belum tidur?".
"udah pah,,dari sore,,sekarang jadinya udah seger lagi deh".
"yaudah,,mending temenin papa nonton bola..".
"ok,,", lalu aku duduk disamping ayahku dan menonton bola sambil makan kacang. Ini sudah biasa bagiku, karena sewaktu aku lahir, ayah menginginkan anak laki-laki tapi yang keluar malah anak perempuan. Jadi, ayahku mendidik aku seperti anak laki-laki, alhasil sampai SMP aku menjadi anak yang tomboi, untungnya sejak SMA aku mulai sadar dan menghilangkan sifat tomboiku.
"Bunga,,papa mau nanya".
"nanya apaan, Pah?".
"kamu masih inget ulang tahun perusahaan papa,,2 bulan lalu..".
"iya Pah,,kenapa?".

"kamu inget gak pak Danu?".
"o iya,,yang gendut itu kan?".
"hush..itu rekan bisnis papa yang penting tuh..".
"hehe,,iya,,maap deh Pah,,emang kenapa si Pah,,tiba-tiba nanyain pak Danu?".
"waktu itu kan kamu dikenalin ama anaknya,,inget gak?".
"oh iya,,iya,,nama anaknya Tomi kan?".
"iya,,semenjak ketemu kamu,,si Tomi jadi tegila-gila ama kamu..".
"ah,,yang bener, Pah?".
"bener, malah,, waktu si Tomi tidur,,ngigaunya nama kamu,,".
"buset,,ampe segitunya,,".
"mendingan besok malem,,kamu nemuin dia,,".
"yaudah,,Bunga sih mau-mau aja..".
"ok,,tar papa ama pak Danu yang ngatur". Lalu kami berdua melanjutkan nonton bola hingga selesai.
"hhoaahmm,,papa ngantuk nih..papa tidur duluan ya..".
"yaudah,,inget,,mamah jangan diapa-apain,,hehe".
"bisa aja kamu,,udah ah,,papah tidur dulu". Lalu ayahku masuk ke kamarnya, sementara aku bingung mau ngapain.
"oh iye,,hari ini kan hari Sabtu,,berarti gue harus ngeronda dong..", kataku sendiri.
"kalo gitu,,gue mandi dulu ah,,biar wangi,,".

Setelah mandi, aku memakai baju yang lebih santai dan memakai wewangian. Lalu aku keluar dan berjalan malam-malam menuju pos ronda.
"misi,,", kataku sambil mengetok pintu pos ronda.
"eh,neng Bunga udah dateng..masuk neng..", kata pak Bara mempersilakanku masuk.
"hmm,,neng Bunga,,emang wangi mulu..", komentar pak Jono.
"emang beda kalau cewek cantik..wanginya enak banget..", tambah pak Wawan.
"aahh,,bapak-bapak bisa aja nih ngerayunya..bunga jadi malu..".
"tapi emang bener kok neng..", balas pak Maman.
"ah,,udah ah,,gimana nih, mau mulai sekarang?".
"tar dulu deh neng..lagi seru nih bolanya..", kata pak Bara sambil duduk dan mulai menonton lagi.
"yaudah, Bunga bikin kopi dulu deh buat bapak-bapak..".
"makasih ya neng Bunga,,".
"neng Bunga emang istri idaman deh..", tambah pak Wawan sambil tertawa. Setelah aku selesai membuat kopi, aku menaruh nampan di meja yang ada di hadapan mereka dan aku pun ikut duduk di sofa untuk menonton bola.
"bukannya udah abis ya?".
"kalau yang ini lain lagi neng..".

"emang neng Bunga yang tadi nonton?", tanya pak Jono.
"iya,,Bunga nonton ama papah..".
"ooh,,". Lalu kami serius menonton pertandingan yang sedang berlangsung, dan tak heran, pak Maman dan pak Wawan yang berada di samping kanan dan kiriku meremas-remas payudaraku jika pertandingan sedang tidak seru. Tak lama kemudian, pertandingan berakhir sehingga kini aku harus siap-siap melayani mereka berempat. Dengan serentak, mereka berempat langsung mengerubungiku. Pak Bara berada di belakangku, dia menarik kepalaku ke belakang sehingga lidahnya bisa bereksplorasi di wajahku dan tentu saja di dalam rongga mulutku. Pak Wawan dan pak Maman dengan kompak menyingkap kaosku ke atas dan langsung menyerbu payudaraku dengan mulut mereka. Sementara celana pendekku yang memang mudah dilepaskan sudah berada di bawah dan kini pak Jono sudah asyik menjilati vaginaku. Aku sudah terbiasa dikerubungi oleh mereka seperti ini. Mereka menyerang bagian-bagian sensitifku, apalagi pak Jono, dia menyapu vaginaku dari atas ke bawah, bawah ke atas dan seterusnya, tak jarang juga ia memasukkan lidahnya ke dalam vaginaku, karena itu aku mencapai orgasme dalam waktu yang singkat.

Pak Jono yang mendapat vaginaku berkomentar setelah menyeruput habis cairanku.
"si neng Bunga,,makin hari,,memeknya makin manis aja..".
"mana,,mana,,gantian Jon,,gue juga pengen ngerasain", sela pak Maman.
"yaudah tuh,,". Mereka berganti posisi sehingga pak Jono kini mencupangi payudara kananku dan pak Maman mencicipi vaginaku. Terus menerus tubuhku dimainkan oleh mereka hingga air liur mereka berempat bercampur di vaginaku.
"udah puas jilatin memek Bunga belum?", tanyaku.
"emang kalau belum, kenapa neng?", tanya pak Bara yang merupakan orang terakhir yang menjilati vaginaku.
"ya gak apa-apa lanjutin aja".
"gimane, mau lanjutin apa langsung?", tanya pak Bara ke pak Wawan, Maman, dan pak Jono.
"langsung aja dah,,", jawab pak Wawan.
"iye bener..", tambah pak Maman.
"yaudah, kalau pada mau langsung..yuk..", jawabku.

"sip neng Bunga, kontol kita-kita udah gak sabar pengen masuk ke kandangnya..", balas pak Jono.
"emang kandangnya dimana tuu?", balasku menggoda mereka.
"ya di memek neng Bunga lah..", jawab pak Jono.
"haha..bisa aja nih bapak-bapak..", jawabku sambil diiringi gelak tawa kami berlima. Setelah puas tertawa, aku tidur terlentang di tikar yang telah mereka sediakan, siap memberikan tubuhku untuk mereka. Pak Bara langsung tidur di bawahku dan memasukkan penisnya ke dalam anusku, lalu pak Jono menanamkan penisnya ke dalam vaginaku. Mereka mulai menggenjot penisnya dengan nafsu yang memburu.
"ayo teruss,,aahh,,mmhh,,ohh", desahku menerima serangan 2 penis di 2 lubangku secara bersamaan. Ketika aku sedang asik menikmati penis pak Jono yang keluar masuk vaginaku dan penis pak Bara yang juga keluar masuk anusku, tiba-tiba pak Wawan menarik tangan kiriku dan pak Maman menarik tangan kananku, aku langsung mengerti maksud mereka. Mereka berdua mendekatkan tanganku ke penis mereka masing-masing, aku pun langsung mengocok penis mereka berdua dengan tanganku.

Aku terus mengocok penis pak Wawan dan pak Maman sementara vagina dan anusku terus dipompa oleh pak Jono dan pak Bara. 15 menit kemudian, pak Bara mempercepat penisnya yang keluar masuk anusku dan tak lama kemudian pak Bara menyemburkan spermanya yang hangat ke dalam anusku.
"ooh,,oohh neng Bunga !!", teriak pak Bara sambil terus menyemprotkan spermanya ke dalam anusku hingga semburan terakhir. Tak lama kemudian, pak Jono pun menyusul mencapai klimaksnya dan menembakkan lahar putihnya yang kental ke dalam vaginaku. Sambil menunggu pak Jono dan pak Bara menanamkan benihnya ke dalam tubuhku, aku yang sedari tadi mengocok sambil menjilati batang penis pak Maman dan pak Wawan secara bergantian tetap melanjutkan aktivitasku hingga penis mereka berdua berlumuran air liurku. Setelah pak Jono dan pak Bara sudah berhenti menyemprotkan spermanya, mereka langsung mencabut penis mereka sehingga sperma mereka berdua meleleh keluar dari vagina dan anusku.

Dengan cepat, pak Wawan menggantikan posisi pak Bara dan pak Maman menggantikan posisi pak Jono. Dengan mudah, penis pak Maman menyusup ke dalam vaginaku karena vaginaku sudah dilumasi sperma pak Jono dan juga cairan vaginaku sendiri, selain itu batang penis pak Maman juga sudah berlumuran air liurku sehingga semakin mudah dan licin untuk keluar masuk vaginaku. Sementara pak Wawan juga mudah menanamkan penisnya karena anusku sudah dilumasi sperma pak Bara. Lalu mereka mulai memompa penis mereka dan aku pun hanya bisa mendesah keenakan menerima 2 penis yang keluar masuk vagina dan anusku dengan ritme genjotan yang hampir bersamaan. Sementara itu pak Bara dan pak Jono mendekatkan penis mereka yang berkemilauan karena sperma mereka sendiri ke wajahku. Aku meratakan sperma yang ada di penis pak Bara dengan tangan kananku sementara aku memegang tangan kiriku dan mulai menjilati penis pak Jono dari kepala hingga pangkal batang penisnya. Setelah selesai aku langsung memalingkan wajahku dan mulai membersihkan penis pak Bara.

Tiba-tiba aliran listrik menjalar di sekujur tubuhku yang menandakan kalau aku mencapai orgasmeku yang keenam kali.
"mmhh,,teruuss,,aahh,,oohh!!!" , desahku merasakan kenikmatan yang tiada duanya. Pak Wawan dan pak Maman mempercepat genjotannya dan tak lama kemudian mereka memuntahkan lahar putih mereka masing-masing di waktu yang hampir bersamaan. Setelah pak Maman dan pak Wawan menguras habis persediaan sperma ke dalam vagina dan anusku, mereka langsung mencabut penis mereka.
"gila, neng Bunga emang tau banget gimana caranya muasin pria..", komentar pak Maman.
"iya nih,,kita udah sering ngentot ama neng Bunga,,tapi gak pernah bosen,,", ujar pak Jono.
"iye..bener neng Bunga,,soalnya memek ama lobang pantat neng Bunga sempit 'n peret banget,,bikin ketagihan..Hehe,,", tambah pak Bara.
"ah,,bisa aja nih bapak-bapak,,Bunga seneng kok kalau bisa muasin bapak-bapak", jawabku.
"haha,,kalau dipikir-pikir neng Bunga tuh udah kayak istri bersama ya..haha", komentar pak Wawan.

"bener juga ya,,Bunga jadi istri bapak-bapak..Haha", kataku sambil tertawa.
"neng Bunga,,kayaknya udah seger lagi nih..boleh ronde ketiga gak?", tanya pak Bara sudah tidak sabar.
"ya bolehlah..kayak baru pertama kali aja..", jawabku.
"siplah kalo gitu,,mulai lagi yuk,,", ajak pak Bara ke teman-temannya. Lalu dimulailah ronde ketiga, kali ini pak Bara tetap tidur di bawah tapi kali ini aku menaiki tubuhnya dan menuntun penisnya ke dalam vaginaku.
"mmmhhh,,,", desahku pelan ketika dengan perlahan penis pak Bara memasuki liang vaginaku. Dan tak lama kemudian, penis pak Bara sudah bersembunyi di dalam vaginaku.
"neng Bunga..memek neng Bunga anget banget..", komentar pak Bara. Aku hanya memberikan senyuman saja, lalu aku menurunkan tubuhku sehingga payudaraku tertekan ke wajah pak Bara dan lubang anusku dapat terlihat jelas.
"ayo pak Jono, silahkan dicoblos,,", kataku menggoda pak Jono.
"beres neng Bunga,,gak usah disuruh lagi,,hehe", balas pak Jono.

Melihat lubang anusku yang terbuka, pak Jono langsung menghujamkan penisnya ke dalam anusku hingga benar-benar masuk ke dalam anusku. Setelah penis pak Jono dan pak Bara sudah berada di dalam pos mereka masing-masing, mereka dengan kompak mulai memompa penis mereka dengan irama yang sama sehingga memberikan rasa nikmat yang tiada tara. Sementara itu, pak Bara menggelitikku dengan menggesek-gesekkan kumisnya ke puting kanan dan puting kiriku secara bergantian. Seterusnya hanya terdengar desahan-desahan yang keluar dari mulutku dan juga nafas pak Bara dan pak Jono yang memburu seperti kesetanan. Dan kadang-kadang pak Wawan dan pak Maman bergantian mengangkat kepalaku dan memasukkan penisnya ke dalam mulutku. 10 menit kemudian, aku mencapai orgasmeku yang ketujuh dan menyiram penis pak Bara yang sedang keluar masuk vaginaku dengan cairan vaginaku yang hangat. Pak Wawan dan pak Maman kelihatan sudah tidak sabar ingin menikmati jepitan dinding vaginaku dan anusku.

5 menit berlalu setelah aku mendapat orgasmeku yang ke tujuh, pak Bara dan pak Jono sedang mengosongkan lagi spermanya ke dalam tubuhku. Setelah mereka telah menyemburkan air mani mereka hingga tetes terakhir ke dalam vagina dan anusku dan beristirahat sebentar, pak Jono dan pak Bara langsung digantikan oleh pak Wawan dan pak Maman yang sedari tadi memang sudah tidak sabar ingin menanamkan benih mereka ke dalam rahim dan anusku untuk kedua kalinya. Tapi kali ini pak Wawan yang mengisi vaginaku dengan penisnya dan pak Maman yang mengisi anusku dengan penisnya. 16 menit kemudian, mereka telah selesai menyemprotkan benihnya dan meninggalkanku istirahat di tikar dengan anus dan vagina yang banjir dengan sperma mereka berempat. Beginilah aktivitasku kalau ngeronda bersama pak Maman, pak Wawan, pak Jono, dan pak Bara. Memang, tubuhku seperti hanya sebagai penghangat untuk mereka dan mulut, anus serta vaginaku hanyalah ibarat hotel bagi penis mereka karena penis mereka bisa keluar masuk kapan saja, tapi aku senang bisa melayani mereka lagipula aku tidak akan hamil oleh mereka.

Sepanjang malam itu, mereka menyetubuhiku setiap kali nafsu mereka bangkit lagi, dan pada jam 1 malam, mereka melakukan aktivitas lainnya yang juga sudah biasa kami lakukan yaitu satu per satu mengajakku keliling kompleks dan aku sama sekali tidak menggunakan sehelai benangpun sehingga siapapun dari mereka yang berjalan bersamaku bisa menyetubuhiku kapanpun mereka mau meskipun di depan rumah orang. Memang terasa dingin dan takut ketahuan orang, tapi rasa takut ketahuan orang lain membuatku merasa lebih bergairah daripada biasanya. Setelah semua sudah berpatroli denganku, aku disetubuhi lagi oleh mereka di dalam pos ronda, tapi kali ini mereka menyemprotkan sperma mereka ke wajahku, dadaku, perutku, dan pahaku. Jam 5 pagi mereka puas melampiaskan nafsu setan mereka terhadapku, dan kini tubuhku beraromakan sperma juga penuh noda sperma di seluruh tubuhku baik yang sudah mengering ataupun yang masih hangat.

"bapak-bapak,,Bunga pulang dulu ya", kataku meminta izin.
"oh ya neng Bunga,,makasih banyak ya udah nemenin kami ngeronda,,hehe", balas pak Bara.
"iya,,Bunga juga seneng bisa nemenin bapak-bapak ngeronda,,", kataku sambil memakai baju untuk menutupi tubuh putihku yang banyak noda-noda sperma.
"yaudah bapak-bapak, Bunga pulang dulu ya..mau mandi terus tidur deh..", kataku setelah selesai memakai baju dan celanaku.
"oh iya neng,,makasih banyak ya neng Bunga,,jangan bosen nemenin kami ngeronda ya,,", ujar pak Wawan.
"tenang aja bapak-bapak,,Bunga gak bakalan bosen kok..yaudah..Bunga pulang ya..dah", kataku sambil keluar dari pos ronda ditemani pak Jono.
"neng Bunga,,mau dianter ampe rumah?", tanya pak Jono.
"ah,,gak usah pak,,tar kalau ada yang ngeliat,,kita dicurigain".
"oh ya bener..tapi kalau ada orang jahat terus merkosa neng Bunga gimana?", tanya pak Jono balik.
"kan rumah Bunga deket lagipula sekarang Bunga juga baru diperkosa ama pak Jono dan kawan-kawan..".
"oh iya,,ya,,haha,,neng Bunga bisa aja..".

Aku melangkah dengan badan yang terasa lengket dimana-mana. Akhirnya aku sampai di rumah, aku langsung mengunci gerbang dan pintu rumahku lalu menuju kamarku. Karena mataku sudah sangat berat, aku memutuskan tidak jadi mandi dan langsung tidur meskipun badanku lengket karena keringat dan juga noda sperma. Setelah puas tidur, aku bangun dan membuka mataku, kulihat sudah pukul 11 pagi. Aku merenggangkan tubuhku, menurunkan celana pendekku sehingga aku bisa melihat daerah sekitar vaginaku banyak noda-noda sperma yang telah mengering.
"buset,,memek gue kotor banget,,", kataku berbicara sendiri.
"mandi dulu,,aahh". Aku mematikan ac dan membuka hordeng dan jendela, lalu aku membuka pakaianku dan mandi, setelah mandi aku bergaya-gaya di depan kaca tanpa memakai baju. Aku melihat tubuhku yang putih mulus dan juga sambil memegang kedua buah payudaraku yang berukuran 34C. Tiba-tiba handphoneku berbunyi, aku lupa ditaruh dimana handphoneku, makanya aku repot mencarinya, tapi akhirnya aku bisa menemukan hpku.

"halo".
"halo, ini Bunga bukan?".
"ya, ini siapa ya?".
"Tomy,,".
"emm,,Tomy siapa? Tomy Rafael?".
"Tomy anaknya Danu Wicaksono..".
"oh..tomy anaknya pak Danu,,".
"akhirnya inget juga..".
"ada apa Tom?". Lalu dia dan aku mulai mengobrol lewat telepon sampai 1 1/2 jam.
"oh iya Tom,,lo dapet nomer gue dari mana?".
"dari bokap gue..".
"oh,,".
"oh iya Bunga,,boleh gak gue ngajak lo ketemuan?".
"kenapa tiba-tiba ngajak gue ketemuan?".
"emang lo gak mau ya?". Aku teringat kalau papaku menyuruhku untuk menemui Tomy malam ini, tapi kupikir mendingan bertemu sekarang lagipula aku sedang tidak ada rencana siang ini.
"mau kok,,tapi lo jemput gue ya..gue males bawa mobil..hehe,,btw, udah tau belum rumah gue dimana?".
"gue tau,,kan bokap gue pernah ke rumah lo..".
"oh iye..lupa gue..maaf nih Tom,,gue ngerepotin..".
"gak kali Bunga,,malah gue seneng banget bisa jemput lo..'n thank's banget ya Bunga,,lo mau gue ajak ketemuan..".
"ya ilah..nyantai aja,,gue seneng kok bisa jalan-jalan ma lo..yaudah,,cepetan ya..gue tunggu..".
"OK,,".

Karena tadi terlalu lama menelpon, aku memutuskan untuk mandi lagi agar segar dan wangi kembali. Lalu selesai mandi, aku memakai kaos yang tidak terlalu ketat tapi tidak longgar juga dan untuk bawahannya aku memakai celana jeans. Tak lama, suara klakson mobil terdengar, aku pun segera bergegas dan mengunci pintu karena ayah, ibu, dan Rini sedang pergi jalan-jalan. Karena sudah biasa, aku menaruh kunci di bawah pot bunga yang ada di dekat pintu. Aku berlari kecil menuju mobil bmw merah yang sudah berada di depan gerbang. Setelah mengunci gerbang, aku langsung masuk ke dalam mobil Tomy.
"sori ya Tom, lo jadi nunggu..".
"ah,,nggak kok, baru aja..oh ya, mau jalan-jalan kemana nih?".
"kemana aja deh..terserah lo..".
"Ok,,kalo gitu..". Lalu dia membawa ke tempat-tempat yang harganya sangat mahal.
"beh,,emang beda deh keluarga yang punya unlimited money..", kataku dalam hati. Aku diajak ke bioskop, makan, dan dibelikan pakaian, semuanya dengan harga yang menurutku mahal.

Wajah Tomy memang tidak ganteng malah boleh dibilang culun, badannya juga kurus, tapi dia enak diajak ngobrol dan juga sangat baik kepadaku. Tak sadar, kami berdua jalan-jalan sampai jam 8 malam. Lalu aku diantar pulang olehnya, dan semenjak itu dia sering mengajakku jalan-jalan. Suatu hari, kami berjalan-jalan hingga jam 9 malam, dan karena orangtuaku serta Rini sedang mengunjungi rumah nenek dan kakekku, aku jadi takut tinggal sendiri di rumah. Kami sampai di depan rumahku jam 10 malam.
"Bunga, kayaknya rumah lo sepi banget?".
"iya nih..bonyok ama adek gue lagi ke rumah kakek gue".
"lo gak takut sendirian di rumah?".
"takut sih..cuma mau gimana lagi..".
"kalo gue temenin boleh?".
"mmm,,,", otakku langsung bekerja memikirkan pikiran nakal, dan juga aku sangat penasaran dengan rumor kalau orang kurus mempunyai penis yang besar. Sampai sekarang aku belum mengecek rumor itu, karena aku lebih sering melihat penis bapak-bapak, dan penis temanku yang berbadan atletis ataupun gendut, tapi belum pernah melihat yang kurus.

Maka dari itu aku berniat menyetujuinya.
"mm..gimana ya??".
"ya,,kalo lo gak mau..gak apa-apa sih..".
"boleh deh..daripada gue sendirian,,tapi jangan macem-macem ya..".
"iya,,iya,,gue gak bakal ngapa-ngapain lo kok".
"yaudah,,masukin mobilnya..".
"ok..". Setelah memasukkan mobil ke dalam garasi, kami langsung masuk ke dalam rumah. Aku menyuruh Tomy duduk di ruang tamu, sementara aku membuatkan minuman untuk kami berdua.
"ni Tom, minumannya,,".
"makasih banyak ya Bunga..".
"oh iya,,katanya lo mau nemenin gue,,otomatis lo gak pulang ke rumah dong??".
"iya,,kenapa emangnya??".
"emang lo gak dicariin ama bonyok lo??".
"nyokap gue lagi keluar negeri,,bokap lagi ngurusin cabang perusahaannya yang ada di Inggris..".
"oh..". Kami mengobrol sambil meminum minuman yang telah aku buat. Aku memutuskan untuk mulai menggodanya dan menjalankan rencana pertamaku yaitu membiarkan Tomy mendapatkan pemandangan pahaku yang putih mulus.

Aku bergerak-gerak sehingga makin lama, celana pendekku semakin terangkat ke atas dan tentu kini pahaku yang putih mulus bisa dilihat oleh Tomy, tentu Tomy tidak menoleh dari pahaku. Aku memutuskan untuk langkah kedua yaitu membuat air minum tumpah ke kaos putihku sehingga payudaraku tercetak di kaos putihku yang menjadi transparan, tapi rupanya dia hanya berani curi-curi pandang saja ke payudaraku.
"mmm..susah juga..cara pasif gagal..kalo gitu agresif aja deh..", kataku dalam hati.
"Tom,,lo udah berapa kali pacaran?".
"cuma 8 kali..kalo lo?".
"ah..jangan ditanya deh..".
"kenapa..saking banyaknya gak keitung ya?".
"asal nebak aja lo,,".
"oh ya Bunga,,boleh nanya yang lebih pribadi gak?".
"boleh aja..nyantai aja ama gue..mau nanya apa?".
"lo udah pernah gituan belom?".
"hmm..gimana ya jawabnya?".
"dia mulai kepancing nih", kataku dalam hati lagi.
"udah,,kenapa?".
"ah..nggak,,berarti lo udah gak perawan dong?".
"ya nggak lah,,lo udah pernah juga?".
"belum,,".
"wah..berarti masih perjaka dong?".

"hehe,,iya,,".
"aduh kasian..Hahaha..".
"iya,,gak ada yang mau..".
"kalo ama gue..mau?".
"hah?! yang bener?".
"bener..".
"cewek secantik lo masa mau gue apa-apain?".
"sebenernya si gak mau..cuma kasihan aja ama lo..haha".
"ah,,lo mah,,tapi gapapa deh..yang penting lo serius kan?".
"serius gue..lo tunggu di kamar gue aja..naik ke atas terus kamar yang paling pojok..".
"ok Bunga..". Tomy pun langsung bergegas naik ke atas, sementara aku mandi di kamar mandi bawah agar tubuhku terasa segar dan wangi. Setelah selesai, aku memakai kimono yang biasa kupakai setelah mandi untuk menutupi tubuh putihku yang masih basah. Aku mengeringkan rambutku, lalu aku naik ke atas dan menuju kamarku. Sebelum sampai di kamarku, aku berdiri di depan pintu kamarku dan berteriak ke Tomy yang sedang menungguku di dalam kamar.
"Tom..tutup mata lo kalo pengen gue masuk ke dalem..!!", kataku.
"iye,,iye,,Bunga!!", balasnya dengan agak teriak mungkin dia takut tidak terdengar olehku.

Aku mengintip ke dalam lewat celah-celah pintu, ternyata Tomy benar-benar menutup matanya dan menunggu. Aku bisa melihat Tomy sudah tidak sabar menungguku, karena raut wajahnya yang terlihat gelisah. Lalu aku berdiri di depan Tomy yang sedang duduk di tepi ranjang, aku pun melepaskan kimonoku dan membiarkannya turun ke bawah sehingga kini tubuhku benar-benar sudah telanjang bulat di depan Tomy yang masih menutup matanya.
"ayo Tom..sekarang buka mata lo".
"o..o..kee", dengan perlahan Tomy membuka matanya sampai matanya benar-benar terbuka lebar. Tomy pun tercengang dan melongo tanpa berkedip sekalipun, karena tubuh putihku yang tanpa tertutupi sehelai benang pun berada tepat di hadapannya. Kulihat Tomy menelan ludahnya dan dia benar-benar tidak berkedip sama sekali.
"Tom,,kenape lo Tom..kok bengong gitu? body gue jelek ya?", tanyaku.
"...", dia tidak menjawab karena sepertinya dia masih terbengong sambil menikmati tubuh telanjangku yang ada di hadapannya dari ujung kepala hingga ujung kakiku.

"woy,,Tom..bengong aja..jawab dong!!".
"bagus parah bodi lo..seksi banget..".
"ah..yang bener? makasi ya..".
"mantep banget bodi lo..sumpah deh..".
"gak nyesel kan lo bisa kenalan ma gue..".
"he eh..boleh gak gue megang-megang lo?".
"mmm...boleh kok..".
"wah..beneran nih? kok kayaknya lo gampang banget ngebolehin gue grepe-grepe lo?".
"jadi,,gak mau nih?", tanyaku untuk lebih menggodanya.
"beh..mau banget..tapi gue penasaran aja..".
"gue kasian aja ama lo yang belum pernah megang-megang cewek".
"oh...gitu..jadi malu gue..".
"lo beneran belum pernah gituan ama cewek kan?".
"beneran,,tapi kalau nonton bokep udah sering banget..".
"oh,,bagus deh..kalau gitu gue gak perlu ngajarin dari dasar", kataku sambil menaruh kedua tangannya di pantatku dan kutekan kepalanya sehingga wajahnya menempel di perutku. Tanpa kusuruh lagi, dengan instingnya, Tomy mulai meremas-remas kedua bongkahan pantatku yang kenyal dan kencang.
"ya,,bagus Tom,,terus,,". Lalu aku melepaskan tanganku dari kepalanya, dan dia pun agak menjauhkan wajahnya dari perutku.

"Bunga,,pantat lo enak banget buat diremes-remes..".
"hehe..makasih..ayo dong..apalagi yang lo tau..". Tanpa sepengetahuanku, dia sudah menjulurkan lidahnya dan mulai memasukkannya ke dalam pusarku yang memberikan sensasi geli.
"mmmhh..terusss..", desahku. Setelah 'membersihkan' pusarku dengan lidahnya, dia mencium pusarku lalu tetap mencium sambil terus turun kebawah hingga akhirnya ketika ciumannya mengenai klitorisku, dengan spontan aku mendesah.
"aaahhh..". Tomy langsung menghentikan kegiatannya seolah-olah dia bingung.
"kok berhenti?", tanyaku.
"kayaknya lo kesakitan?".
"bukan dodol, justru enak banget..".
"enak banget? jangan-jangan ini yang namanya klitoris ya?".
"nah tu,,lo tau..anak pintar..hehe..", kataku untuk meledeknya.
"awas lo ya..", balas Tomy dengan menyentil-nyentil klitorisku dengan lidahnya sehingga secara spontan rasa nikmat yang seperti aliran listrik menjalar di sekujur tubuhku. Sepertinya insting sudah mengambil alih Tomy.

Karena tanpa kusuruh lagi, dia mulai menjelajahi bibir vaginaku dan daerah selangkanganku dengan lidahnya membuat sensasi nikmat yang tiada tara.
"ohh..terusss..!!", desahku kencang. Sementara vaginaku terus dijelajahi lidahnya, Tomy terus meremas-remas pantatku dengan perlahan tapi kuat. Tak kuat lagi menahan gelombang demi gelombang rasa nikmat dari pengeksplorasian Tomy terhadap vaginaku, aku pun melepaskan desakan orgasme pertama yang dari tadi ingin meledak sehingga cairan vaginaku ada yang memancar keluar dan meleleh keluar dari vaginaku. Tapi, anehnya Tomy malah mundur dan membiarkan cairanku menetes ke lantai dan mengalir ke bawah melalui pahaku.
"loh..Tom..kok malah mundur?".
"gue belum pernah ngerasain cairan vagina..jadi gue agak jijik..".
"oh iya ya,,lo kan baru kali ini ngesex..", kataku sambil mencolek sedikit cairan vaginaku.
"nih,,cobain deh..", tambahku sambil menyodorkan jariku ke mulutnya.
"hah?! gak apa-apa nih?", tanyanya.
"cobain aja dulu..lu gak bakal mati kok..haha".

Dengan perlahan dia menjulurkan lidahnya untuk mencicipi sedikit cairan yang ada di telunjukku. Setelah mencicip sedikit sambil mengecap-ngecap bibirnya.
"kok rasanya gini ya,,gurih,,agak asin,,tapi manis,,jadi bingung".
"lah,,dia malah bingung,,hahaha,,nih masih ada di jari gue,,cobain aja lagi..".
"ok,,kalo gitu..", kali ini dia langsung memasukkan jariku ke dalam mulutnya dan mengulum jariku untuk merasakan sisa cairan vaginaku.
"oi udah oi,,jari gue diemut terus ntar keriting jari gue..", kataku sambil meledeknya karena dia terus mengulum jariku.
"abisnya,,rasanya enak sih,,".
"ketagihan nih ceritanya?".
"iya,,", jawabnya.
"yaudah,,jari gue lepasin,,jilatin dari sumbernya aja lah,,".
"oh iya ya,,". Tomy langsung jongkok dan menempatkan dirinya di antara selangkanganku, aku pun melebarkan kakiku agar dia lebih leluasa menikmati cairan vaginaku yang ada di paha kiriku dan di sekitar vaginaku.
"mmhh..oohh..", desahku ketika Tomy sedang mengubek-ngubek vaginaku dengan lidahnya demi untuk mengais sisa-sisa cairan yang ada di dalam vaginaku.

Ini malah membuatku mencapai orgasme keduaku sehingga Tomy semakin puas saja merasakan cairan vaginaku yang mengalir keluar dari vaginaku.
"sslluurrpp,,", bunyi yang keluar ketika Tomy terus menyeruput cairan vaginaku hingga benar-benar kering.
"woy,,udah,,masa jilatin memek gue terus,,".
"abisnya enak banget sih rasanya,,".
"yah,,dia ketagihan,,tadi aja ogah,,".
"tadinya kan,,belum tau rasanya,,eh taunya enak banget,,hehe".
"huu,,dasar,,yaudah,,sekar ang lo buka baju dong,,masa gue doang yang telanjang,,".
"iya,,iya,,tapi jangan ketawa..".
"he?kenapa emang?".
"badan gue kurus,,'n punya gue kecil..".
"alah, itu mah gak penting,,udah, cepet buka baju lo". Tomy membuka bajunya dan terlihatlah olehku tubuhnya yang kurus.
"nah,,sekarang gue buka celana lo,,ya".
"eh,,jangan,,biar gue sendiri aja,,".
"udah,,gak usah malu,,biar gue aja,,". Aku mulai membuka celananya hingga tinggal celana dalamnya yang melindungi penis Tomy.

Kulihat tonjolannya cukup besar.
"katanya kecil,,ini lumayan gede kok,,", kataku sambil mengecup dan menjilati penis Tomy yang masih terbungkus celana dalamnya.
"aah,,enak,,".
"gue buka ya cd lo,,", ujarku sambil membuka celana dalamnya, begitu kuturunkan celana dalamnya, penis Tomy pun langsung menyembul keluar.
"tuh,,kata siapa kecil,,ini normal kok,,", kataku sambil melihat penisnya yang panjangnya kira-kira 15 cm.
"ouh,,segini normal toh,,abisnya gue liat di video bokep,,kontolnya gede-gede banget,,".
"ya lo bandingin ama kontol orang bule,,ada-ada aja", kataku sambil menggenggam penisnya dengan tangan kananku.
"lo mau ngapain kontol gue?".
"mau,,gue emut,,", kataku dan tanpa basa-basi lagi aku mengemut kepala penisnya membuat Tomy meliak-liukkan badannya mungkin karena menahan rasa ngilu. Aku tak menghiraukan Tomy yang sedang merasa ngilu yang terasa teramat sangat. Aku terus mengemut kepala penisnya, menjilati dari atas ke bawah, dan melahap kantung buah zakarnya hingga dia mendesah keenakan.

"aahh,,enaak banngett,,", desah Tomy. Aku menghentikan aktifitasku karena mulai dari kepala penisnya hingga ke buah zakarnya sudah berlumuran air liurku.
"gimana,,enak gak?".
"gila,,jago banget mulut lo,,".
"iya donk,,", kataku. Lalu aku menaruh penisnya di belahan dadaku, dan aku merapatkan payudaraku sehingga penis Tomy terhimpit oleh payudaraku.
"ayo Tom, gerakkin kontol lo,,".
"anget banget kontol gue,,".
"ya iyalah,,udah,,sekarang gerakkin kontol lo".
"ok,,". Tomy mulai menggerakkan penisnya ke atas dan ke bawah sehingga penisnya bergesekkan dengan kulit payudaraku yang putih dan mulus. Aku melepaskan himpitan payudaraku sehingga kini Tomy mengelus-eluskan penisnya ke permukaan payudaraku yang kencang, dan juga dia mengelus-eluskan penisnya ke kedua putingku. Penis Tomy yang tadi diselimuti oleh air liurku kini telah kering lagi karena payudaraku dijadikan alat pengelap olehku sendiri.
"nah,,sekarang kontol lo udah bersih,,".
"oh jadi dari tadi buat ngebersihin kontol gue toh,,".
"yup,,sekarang ke ranjang yuk,,".

"asiik..", kata Tomy kesenangan. Tomy tidur terlentang sementara aku menaiki badannya dan duduk di pahanya.
"oh iya,,Bunga,,gue gak pake kondom nih?".
"ah,,gak usah,,enakan gak pake kondom,,lebih kerasa,,".
"tapi lo gak takut kena penyakit??".
"itu seninya kalee,,".
"eh,,serius gue,,".
"tenang aja,,gue udah kebal ama penyakit kelamin,,".
"lho? kok bisa? apa rahasianya?".
"ada deh,,udah ah,,lo mau ngobrol doang jadinya nih?".
"eh,,gak dong,,gue mau ngerasain memek lo,,".
"yaudah,,kalo gitu jangan banyak tanya,,".
"iya,,maap deh Bunga,,".
"ok kalo gitu,,mulai ya,,". Kini aku berada di atas penis Tomy yang sudah mengacung tegak dan tidak sabar ingin menjelajahi vaginaku. Aku memegang penis Tomy dan mengarahkannya ke vaginaku, lalu aku mulai menurunkan tubuhku secara perlahan sambil membimbing penis Tomy masuk ke vaginaku. Tak lama kemudian, penisnya sudah amblas ditelan vaginaku.
"jadi gini rasanya,,anget 'n sempit banget,,", komentarnya.

Aku tak berkata apa-apa tapi aku menggerakkan tubuhku naik turun, dan Tomy memegang pinggangku.
"mmmhh,,", desahku pelan ketika aku terus menggerakkan tubuhku naik turun. Sepertinya Tomy sudah menguasai ritmenya sehingga dia kini menyodokkan penisnya ke dalam vaginaku dengan sangat kuat, tapi anehnya bukan terasa sakit tapi malah terasa nikmat tiada tara. Aku menghentikan gerakanku sehingga tubuhku kini bergerak sesuai irama sodokan penis Tomy, tentu saja ini membuat payudaraku berguncang naik-turun, dan sepertinya Tomy gemas melihat payudaraku sehingga dia langsung meremas-remas kedua buah payudaraku. Setelah puas memainkan kedua buah payudaraku, Tomy memegang pinggangku tapi aku menurunkan tubuhku agar Tomy bisa menjilati kedua putingku, dan dengan insting kelaki-lakiannya, dia mulai menjilati seluruh permukaan kedua buah payudaraku yang putih mulus, dan juga kedua putingku. 7 menit kemudian, kami berganti posisi dan kali ini aku langsung mengajarinya posisi doggystyle, posisi yang paling disenangi oleh para cowok yang pernah menyetubuhiku.

Selama menggenjotku, Tomy memegangi dan meremasi payudaraku serta memelintir kedua putingku.
"aaahhh,,", desahku ketika melepas orgasmeku yang ketiga kalinya membasahi penis Tomy yang sedang bergerak keluar masuk vaginaku. Dan tak beberapa lama kemudian, kurang lebih 5 menit kemudian tepatnya, Tomy mencapai puncaknya dan menyemburkan lahar putihnya yang kental ke dalam vaginaku. Biarpun tak terlalu lama dia bisa menyutubuhiku, tapi jumlah semburan spermanya lebih dari 6 kali semburan. Setelah penisnya benar-benar sudah mengosongkan isinya, diapun mencabut penisnya dan langsung tiduran di ranjang, sementara aku masih menungging untuk mengatur nafasku. Tomy tidur terlentang di ranjang dengan pemandangan aku yang masih menungging sehingga vaginaku yang terbuka dan sperma yang meleleh keluar hingga ke pahaku dapat dilihat jelas oleh Tomy. Setelah nafasku teratur lagi, aku bergerak dan tidur di sampingnya.
"gile Bunga,,lo jago banget maennya..hhh", katanya sambil ngos-ngosan.

"lo juga lumayan buat orang yang baru pertama kali ngeseks,,".
"oh iya,,gue nyemprot di dalam memek lo,,gak apa-apa?".
"hamil maksud lo? gak apa-apa ko',,gue udah ada obat penangkalnya..".
"wah,,sedia payung sebelum hujan..hahaha".
"bisa aja lo,,".
"oh iya Bunga,,ntar boleh lagi nggak?".
"yah dia ketagian maen ama gue,,", ledekku.
"iya nih,,enak banget sih memek lo,,".
"iya,,iya,,boleh kok,,lo nginep kan,,".
"iya,,sekalian ajarin gue ya,,".
"ok deh,,". Sampai keesokan hari, Tomy terus kuajari berbagai hal tentang sex. Aku pun menjadi guru sexnya selama 3 bulan hingga akhirnya dia mampu bertahan hingga 30 menit dalam satu ronde. Dan setelah kejadian sex perdana bagi Tomy, kami berpacaran. Pada saat kami telah 6 bulan berpacaran, keluargaku pindah ke luar negeri karena urusan bisnis, tapi aku tidak pindah ke luar negeri karena aku tidak mau. Sementara itu, keluarga Tomy memang sudah di luar negeri sejak Tomy berumur 18 tahun. Selama berpacaran dengan Tomy, aku tetap mencuri-curi waktu untuk pergi ke desa dan bertemu Mang Karyo dan Mbah Tanto.

Selain itu aku tetap melaksanakan janjiku untuk menemani pak Bara, pak Wawan, pak Maman, dan pak Jono 'ngeronda'. Tomy benar-benar sayang kepadaku karena dia mau membelikan apa saja dan mau menemaniku kemana saja yang kumau. Tapi, aku merasa tidak enak juga jadi aku membiarkan tubuhku untuk didominasi oleh Tomy jika sedang di ranjang. Kami berpacaran hingga 1 tahun, dan ketika itu istri Mang Karyo meninggal dunia karena sakit, sehingga aku membawa Tomy dan akhirnya Tomy, Mang Karyo, dan Mbah Tanto saling berkenalan. 1 bulan setelah istri Mang Karyo meninggal, tanpa kuduga Tomy melamarku ketika sedang makan di restoran mahal seperti impianku, tapi sayangnya yang melamarku bukan pria ganteng.
"Bunga,,mau gak kamu jadi istriku?".
"hah?! Kamu ngelamar aku nih ceritanya?".
"iya,,".
"tapi kan kamu udah sering ngentotin aku,,entar kalo udah nikah,,terus kamu bosen ma aku gimana?".

"nah,,itu dia,,gak tau kenapa..aku gak pernah bosen ngeliat wajah kamu, denger suara kamu, apalagi ngeliat kamu telanjang,,".
"hahaha,,bisa aja kamu,,".
"jadi mau gak?".
"aku mau,,".
"asiik,,".
"tapi ada 2 syarat,,".
"apa syaratnya, sayang?".
"syaratnya,,".

Putri Ibu Kost [DM]

Waktu itu usiaku 23 tahun. Aku duduk di tingkat akhir suatu perguruan tinggi teknik di kota Bandung. Wajahku ganteng. Badanku tinggi dan tegap, mungkin karena aku selalu berolahraga seminggu tiga kali. Teman-¬temanku bilang, kalau aku bermobil pasti banyak cewek yang dengan sukahati menempel padaku. Aku sendiri sudah punya pacar. Kami pacaran secara serius. Baik orang tuaku maupun orang tuanya sudah setuju kami nanti menikah. Tempat kos-ku dan tempat kos-nya hanya berjarak sekitar 700 m. Aku sendiri sudah dipegangi kunci kamar kosnya. Walaupun demikian bukan berarti aku sudah berpacaran tanpa batas dengannya. Dalam masalah pacaran, kami sudah saling cium-ciuman, gumul-gumulan, dan remas-remasan. Namun semua itu kami lakukan dengan masih berpakaian. Toh walaupun hanya begitu, kalau “voltase’-ku sudah amat tinggi, aku dapat ‘muntah” juga. Dia adalah seorang yang menjaga keperawanan sampai dengan menikah, karena itu dia tidak mau berhubungan sex sebelum menikah. Aku menghargai prinsipnya tersebut. Karena aku belum pernah pacaran sebelumnya, maka sampai saat itu aku belum pernah merasakan memek perempuan.

Pacarku seorang anak bungsu. Kecuali kolokan, dia juga seorang penakut, sehingga sampai jam 10 malam minta ditemani. Sehabis mandi sore, aku pergi ke kosnya. Sampai dia berangkat tidur. aku belajar atau menulis tugas akhir dan dia belajar atau mengerjakan tugas-tugas kuliahnya di ruang tamu. Kamar kos-nya sendiri berukuran cukup besar, yakni 3mX6m. Kamar sebesar itu disekat dengan triplex menjadi ruang tamu dengan ukuran 3mX2.5m dan ruang tidur dengan ukuran 3mX3.5m. Lobang pintu di antara kedua ruang itu hanya ditutup dengan kain korden.

lbu kost-nya mempunyai empat anak, semua perempuan. Semua manis-manis sebagaimana kebanyakan perempuan Sunda. Anak yang pertama sudah menikah, anak yang kedua duduk di kelas 3 SMA, anak ketiga kelas I SMA, dan anak bungsu masih di SMP. Menurut desas-desus yang sampai di telingaku, menikahnya anak pertama adalah karena hamil duluan. Kemudian anak yang kedua pun sudah mempunyai prestasi. Nama panggilannya Ika. Dia dikabarkan sudah pernah hamil dengan pacarya, namun digugurkan. Menurut penilaianku, Ika seorang playgirl. Walaupun sudah punya pacar, pacarnya kuliah di suatu politeknik, namun dia suka mejeng dan menggoda laki-laki lain yang kelihatan keren. Kalau aku datang ke kos pacarku, dia pun suka mejeng dan bersikap genit dalam menyapaku.

lka memang mojang Sunda yang amat aduhai. Usianya akan 18 tahun. Tingginya 160 cm. Kulitnya berwarna kuning langsat dan kelihatan licin. Badannya kenyal dan berisi. Pinggangnya ramping. Buah dadanya padat dan besar membusung. Pinggulnya besar, kecuali melebar dengan indahnya juga pantatnya membusung dengan montoknya. Untuk gadis seusia dia, mungkin payudara dan pinggul yang sudah terbentuk sedemikian indahnya karena terbiasa dinaiki dan digumuli oleh pacarnya. Paha dan betisnya bagus dan mulus. Lehernya jenjang. Matanya bagus. Hidungnya mungil dan sedikit mancung. Bibirnya mempunyai garis yang sexy dan sensual, sehingga kalau memakai lipstik tidak perlu membuat garis baru, tinggal mengikuti batas bibir yang sudah ada. Rambutnya lebat yang dipotong bob dengan indahnya.

Sore itu sehabis mandi aku ke kos pacarku seperti biasanya. Di teras rumah tampak Ika sedang mengobrol dengan dua orang adiknya. Ika mengenakan baju atas ‘you can see’ dan rok span yang pendek dan ketat sehingga lengan, paha dan betisnya yang mulus itu dipertontonkan dengan jelasnya.

“Mas Bob, ngapel ke Mbak Dina? Wah... sedang nggak ada tuh. Tadi pergi sama dua temannya. Katanya mau bikin tugas,” sapa Ika dengan centilnya.

“He... masa?” balasku.

“Iya... Sudah, ngapelin Ika sajalah Mas Bob,” kata Ika dengan senyum menggoda. Edan! Cewek Sunda satu ini benar-benar menggoda hasrat. Kalau mau mengajak beneran aku tidak menolak nih, he-he-he...

“Ah, neng Ika macam-macam saja...,” tanggapanku sok menjaga wibawa. “Kak Dai belum datang?”

Pacar Ika namanya Daniel, namun Ika memanggilnya Kak Dai. Mungkin Dai adalah panggilan akrab atau panggilan masa kecil si Daniel. Daniel berasal dan Bogor. Dia ngapeli anak yang masih SMA macam minum obat saja. Dan pulang kuliah sampai malam hari. Lebih hebat dan aku, dan selama ngapel waktu dia habiskan untuk ngobrol. Atau kalau setelah waktu isya, dia masuk ke kamar Ika. Kapan dia punya kesempatan belajar?

“Wah... dua bulan ini saya menjadi singgel lagi. Kak Dai lagi kerja praktek di Riau. Makanya carikan teman Mas Bob buat menemani Ika dong, biar Ika tidak kesepian... Tapi yang keren lho,” kata Ika dengan suara yang amat manja. Edan si playgirl Sunda mi. Dia bukan tipe orang yang ngomong begitu bukan sekedar bercanda, namun tipe orang yang suka nyerempet-nyerempet hat yang berbahaya.

“Neng Ika ini... Nanti Kak Dainya ngamuk dong.”

“Kak Dai kan tidak akan tahu...”

Aku kembali memaki dalam hati. Perempuan Sunda macam Ika ini memang enak ditiduri. Enak digenjot dan dinikmati kekenyalan bagian-bagian tubuhnya.

Aku mengeluarkan kunci dan membuka pintu kamar kos Dina. Di atas meja pendek di ruang tamu ada sehelai memo dari Dina. Sambil membuka jendela ruang depan dan ruang tidur, kubaca isi memo tadi. ‘Mas Bobby, gue ngerjain tugas kelompok bersama Niken dan Wiwin. Tugasnya banyak, jadi gue malam ini tidak pulang. Gue tidur di rumah Wiwin. Di kulkas ada jeruk, ambil saja. Soen sayang, Dina’

Aku mengambil bukuku yang sehari-harinya kutinggal di tempat kos Di. Sambil menyetel radio dengan suara perlahan, aku mulai membaca buku itu. Biarlah aku belajar di situ sampai jam sepuluh malam.

Sedang asyik belajar, sekitar jam setengah sembilan malam pintu diketok dan luar. Tok-tok-tok...

Kusingkapkan korden jendela ruang tamu yang telah kututup pada jam delapan malam tadi, sesuai dengan kebiasaan pacarku. Sepertinya Ika yang berdiri di depan pintu.

“Mbak Di... Mbak Dina...,” terdengar suara Ika memanggil-manggil dan luar. Aku membuka pintu.

“Mbak Dina sudah pulang?” tanya Ika.

“Belum. Hari ini Dina tidak pulang. Tidur di rumah temannya karena banyak tugas. Ada apa?”

“Mau pinjam kalkulator, mas Bob. Sebentar saja. Buat bikin pe-er.”

“Ng... bolehlah. Pakai kalkulatorku saja, asal cepat kembali.”

“Beres deh mas Bob. Ika berjanji,” kata Ika dengan genit. Bibirnya tersenyum manis, dan pandang matanya menggoda menggemaskan.

Kuberikan kalkulatorku pada Ika. Ketika berbalik, kutatap tajam-tajam tubuhnya yang aduhai. Pinggulnya yang melebar dan montok itu menggial ke kiri-kanan, seolah menantang diriku untuk meremas¬-remasnya. Sialan! Kontholku jadi berdiri. Si ‘boy-ku ini responsif sekali kalau ada cewek cakep yang enak digenjot.

Sepeninggal Ika, sesaat aku tidak dapat berkonsentrasi. Namun kemudian kuusir pikiran yang tidak-tidak itu. Kuteruskan kembali membaca textbook yang menunjang penulisan tugas sarjana itu.

Tok-tok-tok! Baru sekitar limabelas menit pintu kembali diketok.

“Mas Bob... Mas Bob...,” terdengar Ika memanggil lirih.

Pintu kubuka. Mendadak kontholku mengeras lagi. Di depan pintu berdiri Ika dengan senyum genitnya. Bajunya bukan atasan ‘you can see’ yang dipakai sebelumnya. Dia menggunakan baju yang hanya setinggi separuh dada dengan ikatan tali ke pundaknya. Baju tersebut berwarna kuning muda dan berbahan mengkilat. Dadanya tampak membusung dengan gagahnya, yang ujungnya menonjol dengan tajam dan batik bajunya. Sepertinya dia tidak memakai BH. Juga, bau harum sekarang terpancar dan tubuhnya. Tadi, bau parfum harum semacam ini tidak tercium sama sekali, berarti datang yang kali ini si Ika menyempatkan diri memakai parfum. Kali ini bibirnya pun dipolesi lipstik pink.

“Ini kalkulatornya, Mas Bob,” kata Ika manja, membuyarkan keterpanaanku.

“Sudah selesai. Neng Ika?” tanyaku basa-basi.

“Sudah Mas Bob, namun boleh Ika minta diajari Matematika?”

“0, boleh saja kalau sekiranya bisa.”

Tanpa kupersilakan Ika menyelonong masuk dan membuka buku matematika di atas meja tamu yang rendah. Ruang tamu kamar kos pacarku itu tanpa kursi. Hanya digelari karpet tebal dan sebuah meja pendek dengan di salah satu sisinya terpasang rak buku. Aku pun duduk di hadapannya, sementara pintu masuk tertutup dengan sendirinya dengan perlahan. Memang pintu kamar kos pacarku kalau mau disengaja terbuka harus diganjal potongan kayu kecil.

“Ini mas Bob, Ika ada soal tentang bunga majemuk yang tidak tahu cara penyelesaiannya.” Ika mencari-cari halaman buku yang akan ditanyakannya.

Menunggu halaman itu ditemukan, mataku mencari kesempatan melihat ke dadanya. Amboi! Benar, Ika tidak memakai bra. Dalam posisi agak menunduk, kedua gundukan payudaranya kelihatan sangat jelas. Sungguh padat, mulus, dan indah. Kontholku terasa mengeras dan sedikit berdenyut-denyut.

Halaman yang dicari ketemu. Ika dengan centilnya membaca soal tersebut. Soalnya cukup mudah. Aku menerangkan sedikit dan memberitahu rumusnya, kemudian Ika menghitungnya. Sambil menunggu Ika menghitung, mataku mencuri pandang ke buah dada Ika. Uhhh... ranum dan segarnya.

“Kok sepi? Mamah, Ema, dan Nur sudah tidur?” tanyaku sambil menelan ludah. Kalau bapaknya tidak aku tanyakan karena dia bekerja di Cirebon yang pulangnya setiap akhir pekan.

“Sudah. Mamah sudah tidur jam setengah delapan tadi. Kemudian Erna dan Nur berangkat tidur waktu Ika bermain-main kalkulator tadi,” jawab Ika dengan tatapan mata yang menggoda.

Hasratku mulai naik. Kenapa tidak kusetubuhi saja si Ika. Mumpung sepi. Orang-orang di rumahnya sudah tidur. Kamar kos sebelah sudah sepi dan sudah mati lampunya. Berarti penghuninya juga sudah tidur. Kalau kupaksa dia meladeni hasratku, tenaganya tidak akan berarti dalam melawanku. Tetapi mengapa dia akan melawanku? jangan-jangan dia ke sini justru ingin bersetubuh denganku. Soal tanya Matematika, itu hanya sebagai atasan saja. Bukankah dia menyempatkan ganti baju, dari atasan you can see ke atasan yang memamerkan separuh payudaranya? Bukankah dia datang lagi dengan menyempatkan tidak memakai bra? Bukankah dia datang lagi dengan menyempatkan memakai parfum dan lipstik? Apa lagi artinya kalau tidak menyodorkan din?

Tiba-tiba Ika bangkit dan duduk di sebelah kananku.

“Mas Bob... ini benar nggak?” tanya Ika.

Ada kekeliruan di tengah jalan saat Ika menghitung. Antara konsentrasi dan menahan nafsu yang tengah berkecamuk, aku mengambil pensil dan menjelaskan kekeliruannya. Tiba-tiba Ika lebih mendekat ke arahku, seolah mau memperhatikan hal yang kujelaskan dan jarak yang lebih dekat. Akibatnya... gumpalan daging yang membusung di dadanya itu menekan lengan tangan kananku. Terasa hangat dan lunak, namun ketika dia lebih menekanku terasa lebih kenyal.

Dengan sengaja lenganku kutekankan ke payudaranya.

“Ih... Mas Bob nakal deh tangannya,” katanya sambil merengut manja. Dia pura-pura menjauh.

“Lho, yang salah kan Neng Ika duluan. Buah dadanya menyodok-nyodok lenganku,” jawabku.

lka cemberut. Dia mengambil buku dan kembali duduk di hadapanku. Dia terlihat kembali membetulkan yang kesalahan, namun menurut perasaanku itu hanya berpura-pura saja. Aku merasa semakin ditantang. Kenapa aku tidak berani? Memangnya aku impoten? Dia sudah berani datang ke sini malam-malam sendirian. Dia menyempatkan pakai parfum. Dia sengaja memakai baju atasan yang memamerkan gundukan payudara. Dia sengaja tidak pakai bra. Artinya, dia sudah mempersilakan diriku untuk menikmati kemolekan tubuhnya. Tinggal aku yang jadi penentunya, mau menyia-siakan kesempatan yang dia berikan atau memanfaatkannya. Kalau aku menyia-siakan berarti aku band!

Aku pun bangkit. Aku berdiri di atas lutut dan mendekatinya dari belakang. Aku pura-pura mengawasi dia dalam mengerjakan soal. Padahal mataku mengawasi tubuhnya dari belakang. Kulit punggung dan lengannya benar-benar mulus, tanpa goresan sedikitpun. Karena padat tubuhnya, kulit yang kuning langsat itu tampak licin mengkilap walaupun ditumbuhi oleh bulu-bulu rambut yang halus.

Kemudian aku menempelkan kontholku yang menegang ke punggungnya. Ika sedikit terkejut ketika merasa ada yang menempel punggungnya.

“Ih... Mas Bob jangan begitu dong...,” kata Ika manja.

“Sudah... udah-udah... Aku sekedar mengawasi pekerjaan Neng Ika,” jawabku.

lka cemberut. Namun dengan cemberut begitu, bibir yang sensual itu malah tampak menggemaskan. Sungguh sedap sekali bila dikulum-kulum dan dilumat-lumat. Ika berpura-pura meneruskan pekerjaannya. Aku semakin berani. Kontholku kutekankan ke punggungnya yang kenyal. Ika menggelinjang. Tidak tahan lagi. tubuh Ika kurengkuh dan kurebahkan di atas karpet. Bibirnya kulumat-lumat, sementara kulit punggungnya kuremas-remas. Bibir Ika mengadakan perlawanan, mengimbangi kuluman-¬kuluman bibirku yang diselingi dengan permainan lidahnya. Terlihat bahkan dalam masalah ciuman Ika yang masih kelas tiga SMA sudah sangat mahir. Bahkan mengalahkan kemahiranku.

Beberapa saat kemudian ciumanku berpindah ke lehernya yang jenjang. Bau harum terpancar dan kulitnya. Sambil kusedot-sedot kulit lehernya dengan hidungku, tanganku berpindah ke buah dadanya. Buah dada yang tidak dilindungi bra itu terasa kenyal dalam remasan tanganku. Kadang-kadang dan batik kain licin baju atasannya, putingnya kutekan-tekan dan kupelintir-pelintir dengan jari-jari tanganku. Puting itu terasa mengeras.

“Mas Bob Mas Bob buka baju saja Mas Bob...,” rintih Ika. Tanpa menunggu persetujuanku, jari-jari tangannya membuka Ikat pinggang dan ritsleteng celanaku. Aku mengimbangi, tall baju atasannya kulepas dan baju tersebut kubebaskan dan tubuhnya. Aku terpana melihat kemulusan tubuh atasnya tanpa penutup sehelai kain pun. Buah dadanya yang padat membusung dengan indahnya. Ditimpa sinar lampu neon ruang tamu, payudaranya kelihatan amat mulus dan licin. Putingnya berdiri tegak di ujung gumpalan payudara. Putingnya berwarna pink kecoklat-coklatan, sementara puncak bukit payudara di sekitarnya berwarna coklat tua dan sedikit menggembung dibanding dengan permukaan kulit payudaranya.

Celana panjang yang sudah dibuka oleh Ika kulepas dengan segera. Menyusul. kemeja dan kaos singlet kulepas dan tubuhku. Kini aku cuma tertutup oleh celana dalamku, sementara Ika tertutup oleh rok span ketat yang mempertontonkan bentuk pinggangnya yang ramping dan bentuk pinggulnya yang melebar dengan bagusnya. Ika pun melepaskan rok spannya itu, sehingga pinggul yang indah itu kini hanya terbungkus celana dalam minim yang tipis dan berwarna pink. Di daerah bawah perutnya, celana dalam itu tidak mampu menyembunyikan warna hitam dari jembut lebat Ika yang terbungkus di dalamnya. Juga, beberapa helai jembut Ika tampak keluar dan lobang celana dalamnya.

lka memandangi dadaku yang bidang. Kemudian dia memandang ke arah kontholku yang besar dan panjang, yang menonjol dari balik celana dalamku. Pandangan matanya memancarkan nafsu yang sudah menggelegak. Perlahan aku mendekatkan badanku ke badannya yang sudah terbaring pasrah. Kupeluk tubuhnya sambil mengulum kembali bibirnya yang hangat. Ika pun mengimbanginya. Dia memeluk leherku sambil membalas kuluman di bibirnya. Payudaranya pun menekan dadaku. Payudara itu terasa kenyal dan lembut. Putingnya yang mengeras terasa benar menekan dadaku. Aku dan Ika saling mengulum bibir, saling menekankan dada, dan saling meremas kulit punggung dengan penuh nafsu.

Ciumanku berpindah ke leher Ika. Leher mulus yang memancarkan keharuman parfum yang segar itu kugumuli dengan bibir dan hidungku. Ika mendongakkan dagunya agar aku dapat menciumi segenap pori-pori kulit lehernya.

“Ahhh... Mas Bob... Ika sudah menginginkannya dan kemarin... Gelutilah tubuh Ika... puasin Ika ya Mas Bob...,” bisik Ika terpatah-patah.

Aku menyambutnya dengan penuh antusias. Kini wajahku bergerak ke arah payudaranya. Payudaranya begitu menggembung dan padat. namun berkulit lembut. Bau keharuman yang segar terpancar dan pori-porinya. Agaknya Ika tadi sengaja memakai parfum di sekujur payudaranya sebelum datang ke sini. Aku menghirup kuat-kuat lembah di antara kedua bukit payudaranya itu. Kemudian wajahku kugesek-gesekkan di kedua bukit payudara itu secara bergantian, sambil hidungku terus menghirup keharuman yang terpancar dan kulit payudara. Puncak bukit payudara kanannya pun kulahap dalam mulutku. Kusedot kuat-kuat payudara itu sehingga daging yang masuk ke dalam mulutku menjadi sebesar-besarnya. Ika menggelinjang.

“Mas Bob... ngilu... ngilu...,” rintih Ika.

Gelinjang dan rintihan Ika itu semakin membangkitkan hasratku. Kuremas bukit payudara sebelah kirinya dengan gemasnya, sementara puting payudara kanannya kumainkan dengan ujung lidahku. Puting itu kadang kugencet dengan tekanan ujung lidah dengan gigi. Kemudian secara mendadak kusedot kembali payudara kanan itu kuat-kuat. sementara jari tanganku menekan dan memelintir puting payudara kirinya. Ika semakin menggelinjang-gelinjang seperti ikan belut yang memburu makanan sambil mulutnya mendesah-desah.

“Aduh mas Booob... ssshh... ssshhh... ngilu mas Booob... ssshhh... geli... geli...,” cuma kata-kata itu yang berulang-ulang keluar dan mulutnya yang merangsang.

Aku tidak puas dengan hanya menggeluti payudara kanannya. Kini mulutku berganti menggeluti payudara kiri. sementara tanganku meremas-remas payudara kanannya kuat-kuat. Kalau payudara kirinya kusedot kuat-kuat. tanganku memijit-mijit dan memelintir-pelintir puting payudara kanannya. Sedang bila gigi dan ujung lidahku menekan-nekan puting payudara kiri, tanganku meremas sebesar-besarnya payudara kanannya dengan sekuat-kuatnya.

“Mas Booob... kamu nakal.... ssshhh... ssshhh... ngilu mas Booob... geli...” Ika tidak henti-hentinya menggelinjang dan mendesah manja.

Setelah puas dengan payudara, aku meneruskan permainan lidah ke arah perut Ika yang rata dan berkulit amat mulus itu. Mulutku berhenti di daerah pusarnya. Aku pun berkonsentrasi mengecupi bagian pusarnya. Sementara kedua telapak tanganku menyusup ke belakang dan meremas-remas pantatnya yang melebar dan menggembung padat. Kedua tanganku menyelip ke dalam celana yang melindungi pantatnya itu. Perlahan¬-lahan celana dalamnya kupelorotkan ke bawah. Ika sedikit mengangkat pantatnya untuk memberi kemudahan celana dalamnya lepas. Dan dengan sekali sentakan kakinya, celana dalamnya sudah terlempar ke bawah.

Saat berikutnya, terhamparlah pemandangan yang luar biasa merangsangnya. Jembut Ika sungguh lebat dan subur sekali. Jembut itu mengitari bibir memek yang berwarna coklat tua. Sambil kembali menciumi kulit perut di sekitar pusarnya, tanganku mengelus-elus pahanya yang berkulit licin dan mulus. Elusanku pun ke arah dalam dan merangkak naik. Sampailah jari-jari tanganku di tepi kiri-kanan bibir luar memeknya. Tanganku pun mengelus-elus memeknya dengan dua jariku bergerak dan bawah ke atas. Dengan mata terpejam, Ika berinisiatif meremas-remas payudaranya sendiri. Tampak jelas kalau Ika sangat menikmati permainan ini.

Perlahan kusibak bibir memek Ika dengan ibu jari dan telunjukku mengarah ke atas sampai kelentitnya menongol keluar. Wajahku bergerak ke memeknya, sementara tanganku kembali memegangi payudaranya. Kujilati kelentit Ika perlahan-lahan dengan jilatan-jilatan pendek dan terputus-putus sambil satu tanganku mempermainkan puting payudaranya.

“Au Mas Bob... shhhhh... betul... betul di situ mas Bob... di situ... enak mas... shhhh...,” Ika mendesah-desah sambil matanya merem-melek. Bulu alisnya yang tebal dan indah bergerak ke atas-bawah mengimbangi gerakan merem-meleknya mata. Keningnya pun berkerut pertanda dia sedang mengalami kenikmatan yang semakin meninggi.

Aku meneruskan permainan lidah dengan melakukan jilatan-jilatan panjang dan lubang anus sampai ke kelentitnya.

Karena gerakan ujung hidungku pun secara berkala menyentuh memek Ika. Terasa benar bahkan dinding vaginanya mulai basah. Bahkan sebagian cairan vaginanya mulai mengalir hingga mencapai lubang anusnya. Sesekali pinggulnya bergetar. Di saat bergetar itu pinggulnya yang padat dan amat mulus kuremas kuat-kuat sambil ujung hidungku kutusukkan ke lobang memeknya.

“Mas Booob... enak sekali mas Bob...,” Ika mengerang dengan kerasnya. Aku segera memfokuskan jilatan-jilatan lidah serta tusukan-tusukan ujung hidung di vaginanya. Semakin lama vagina itu semakin basah saja. Dua jari tanganku lalu kumasukkan ke lobang memeknya. Setelah masuk hampir semuanya, jari kubengkokkan ke arah atas dengan tekanan yang cukup terasa agar kena ‘G-spot’-nya. Dan berhasil!

“Auwww... mas Bob...!” jerit Ika sambil menyentakkan pantat ke atas. sampai-sampai jari tangan yang sudah terbenam di dalam memek terlepas. Perut bawahnya yang ditumbuhi bulu-bulu jembut hitam yang lebat itu pun menghantam ke wajahku. Bau harum dan bau khas cairan vaginanya merasuk ke sel-sel syaraf penciumanku.

Aku segera memasukkan kembali dua jariku ke dalam vagina Ika dan melakukan gerakan yang sama. Kali ini aku mengimbangi gerakan jariku dengan permainan lidah di kelentit Ika. Kelentit itu tampak semakin menonjol sehingga gampang bagiku untuk menjilat dan mengisapnya. Ketika kelentit itu aku gelitiki dengan lidah serta kuisap-isap perlahan, Ika semakin keras merintih-rintih bagaikan orang yang sedang mengalami sakit demam. Sementara pinggulnya yang amat aduhai itu menggial ke kiri-kanan dengan sangat merangsangnya.

“Mas Bob... mas Bob... mas Bob...,” hanya kata-kata itu yang dapat diucapkan Ika karena menahan kenikmatan yang semakin menjadi-jadi.

Permainan jari-jariku dan lidahku di memeknya semakin bertambah ganas. Ika sambil mengerang¬-erang dan menggeliat-geliat meremas apa saja yang dapat dia raih. Meremas rambut kepalaku, meremas bahuku, dan meremas payudaranya sendiri.

“Mas Bob... Ika sudah tidak tahan lagi... Masukin konthol saja mas Bob... Ohhh... sekarang juga mas Bob...! Sshhh. . . ,“ erangnya sambil menahan nafsu yang sudah menguasai segenap tubuhnya.

Namun aku tidak perduli. Kusengaja untuk mempermainkan Ika terlebih dahulu. Aku mau membuatnya orgasme, sementara aku masih segar bugar. Karena itu lidah dan wajahku kujauhkan dan memeknya. Kemudian kocokan dua jari tanganku di dalam memeknya semakin kupercepat. Gerakan jari tanganku yang di dalam memeknya ke atas-bawah, sampai terasa ujung jariku menghentak-hentak dinding atasnya secara perlahan-lahan. Sementara ibu jariku mengusap-usap dan menghentak-hentak kelentitnya. Gerakan jari tanganku di memeknya yang basah itu sampai menimbulkan suara crrk-crrrk-crrrk-crrk crrrk... Sementara dan mulut Ika keluar pekikan-pekikan kecil yang terputus-putus:

“Ah-ah-ah-ah-ah...”

Sementara aku semakin memperdahsyat kocokan jari-jariku di memeknya, sambil memandangi wajahnya. Mata Ika merem-melek, sementara keningnya berkerut-kerut.

Crrrk! Crrrk! Crrek! Crek! Crek! Crok! Crok! Suara yang keluar dan kocokan jariku di memeknya semakin terdengar keras. Aku mempertahankan kocokan tersebut. Dua menit sudah si Ika mampu bertahan sambil mengeluarkan jeritan-jeritan yang membangkitkan nafsu. Payudaranya tampak semakin kencang dan licin, sedang putingnya tampak berdiri dengan tegangnya.

Sampai akhirnya tubuh Ika mengejang hebat. Pantatnya terangkat tinggi-tinggi. Matanya membeliak-¬beliak. Dan bibirnya yang sensual itu keluar jeritan hebat, “Mas Booo00oob ...!“ Dua jariku yang tertanam di dalam vagina Ika terasa dijepit oleh dindingnya dengan kuatnya. Seiring dengan keluar masuknya jariku dalam vaginanya, dan sela-sela celah antara tanganku dengan bibir memeknya terpancarlah semprotan cairan vaginanya dengan kuatnya. Prut! Prut! Pruttt! Semprotan cairan tersebut sampai mencapai pergelangan tanganku.

Beberapa detik kemudian Ika terbaring lemas di atas karpet. Matanya memejam rapat. Tampaknya dia baru saja mengalami orgasme yang begitu hebat. Kocokan jari tanganku di vaginanya pun kuhentikan. Kubiarkan jari tertanam dalam vaginanya sampai jepitan dinding vaginanya terasa lemah. Setelah lemah. jari tangan kucabut dan memeknya. Cairan vagina yang terkumpul di telapak tanganku pun kubersihkan dengan kertas tissue.

Ketegangan kontholku belum juga mau berkurang. Apalagi tubuh telanjang Ika yang terbaring diam di hadapanku itu benar-benar aduhai. seolah menantang diriku untuk membuktikan kejantananku pada tubuh mulusnya. Aku pun mulai menindih kembali tubuh Ika, sehingga kontholku yang masih di dalam celana dalam tergencet oleh perut bawahku dan perut bawahnya dengan enaknya. Sementara bibirku mengulum-kulum kembali bibir hangat Ika, sambil tanganku meremas-remas payudara dan mempermainkan putingnya. Ika kembali membuka mata dan mengimbangi serangan bibirku. Tubuhnya kembali menggelinjang-gelinjang karena menahan rasa geli dan ngilu di payudaranya.

Setelah puas melumat-lumat bibir. wajahku pun menyusuri leher Ika yang mulus dan harum hingga akhirnya mencapai belahan dadanya. Wajahku kemudian menggeluti belahan payudaranya yang berkulit lembut dan halus, sementara kedua tanganku meremas-remas kedua belah payudaranya. Segala kelembutan dan keharuman belahan dada itu kukecupi dengan bibirku. Segala keharuman yang terpancar dan belahan payudara itu kuhirup kuat-kuat dengan hidungku, seolah tidak rela apabila ada keharuman yang terlewatkan sedikitpun.

Kugesek-gesekkan memutar wajahku di belahan payudara itu. Kemudian bibirku bergerak ke atas bukit payudara sebelah kiri. Kuciumi bukit payudara yang membusung dengan gagahnya itu. Dan kumasukkan puting payudara di atasnya ke dalam mulutku. Kini aku menyedot-sedot puting payudara kiri Ika. Kumainkan puting di dalam mulutku itu dengan lidahku. Sedotan kadang kuperbesar ke puncak bukit payudara di sekitar puting yang berwarna coklat.

“Ah... ah... mas Bob... geli... geli ...,“ mulut indah Ika mendesis-desis sambil menggeliatkan tubuh ke kiri-kanan. bagaikan desisan ular kelaparan yang sedang mencari mangsa.

Aku memperkuat sedotanku. Sementara tanganku meremas-remas payudara kanan Ika yang montok dan kenyal itu. Kadang remasan kuperkuat dan kuperkecil menuju puncak bukitnya, dan kuakhiri dengan tekanan-tekanan kecil jari telunjuk dan ibu jariku pada putingnya.

“Mas Bob... hhh... geli... geli... enak... enak... ngilu... ngilu...”

Aku semakin gemas. Payudara aduhai Ika itu kumainkan secara bergantian, antara sebelah kiri dan sebelah kanan. Bukit payudara kadang kusedot besarnya-besarnya dengan tenaga isap sekuat-kuatnya, kadang yang kusedot hanya putingnya dan kucepit dengan gigi atas dan lidah. Belahan lain kadang kuremas dengan daerah tangkap sebesar-besarnya dengan remasan sekuat-kuatnya, kadang hanya kupijit-pijit dan kupelintir-pelintir kecil puting yang mencuat gagah di puncaknya.

“Ah... mas Bob... terus mas Bob... terus... hzzz... ngilu... ngilu...” Ika mendesis-desis keenakan. Hasratnya tampak sudah kembali tinggi. Matanya kadang terbeliak-beliak. Geliatan tubuhnya ke kanan-kini semakin sening fnekuensinya.

Sampai akhirnya Ika tidak kuat mehayani senangan-senangan keduaku. Dia dengan gerakan eepat memehorotkan celana dalamku hingga tunun ke paha. Aku memaklumi maksudnya, segera kulepas eelana dalamku. Jan-jari tangan kanan Ika yang mulus dan lembut kemudian menangkap kontholku yang sudah berdiri dengan gagahnya. Sejenak dia memperlihatkan rasa terkejut.

“Edan... mas Bob, edan... Kontholmu besar sekali... Konthol pacan-pacanku dahulu dan juga konthol kak Dai tidak sampai sebesar in Edan... edan...,” ucapnya terkagum-kagum. Sambil membiankan mulut, wajah, dan tanganku terus memainkan dan menggeluti kedua belah payudaranya, jan-jari lentik tangan kanannya meremas¬remas perlahan kontholku secara berirama, seolah berusaha mencari kehangatan dan kenikmatan di hiatnya menana kejantananku. Remasannya itu mempenhebat vohtase dam rasa nikmat pada batang kontholku.

“Mas Bob. kita main di atas kasur saja...,” ajak Ika dengan sinar mata yang sudah dikuasai nafsu binahi.

Aku pun membopong tubuh telanjang Ika ke ruang dalam, dan membaringkannya di atas tempat tidun pacarku. Ranjang pacarku ini amat pendek, dasan kasurnya hanya terangkat sekitar 6 centimeter dari lantai. Ketika kubopong. Ika tidak mau melepaskan tangannya dari leherku. Bahkan, begitu tubuhnya menyentuh kasur, tangannya menanik wajahku mendekat ke wajahnya. Tak ayal lagi, bibirnya yang pink menekan itu melumat bibirku dengan ganasnya. Aku pun tidak mau mengalah. Kulumat bibirnya dengan penuh nafsu yang menggelora, sementara tanganku mendekap tubuhnya dengan kuatnya. Kuhit punggungnya yang halus mulus kuremas-remas dengan gemasnya.

Kemudian aku menindih tubuh Ika. Kontholku terjepit di antara pangkal pahanya yang mulus dan perut bawahku sendiri. Kehangatan kulit pahanya mengalir ke batang kontholku yang tegang dan keras. Bibirku kemudian melepaskan bibir sensual Ika. Kecupan bibirku pun turun. Kukecup dagu Ika yang bagus. Kukecup leher jenjang Ika yang memancarkan bau wangi dan segarnya parfum yang dia pakai. Kuciumi dan kugeluti leher indah itu dengan wajahku, sementara pantatku mulai bergerak aktif sehingga kontholku menekan dan menggesek-gesek paha Ika. Gesekan di kulit paha yang licin itu membuat batang kontholku bagai diplirit-plirit. Kepala kontholku merasa geli-geli enak oleh gesekan-gesekan paha Ika.

Puas menggeluti leher indah, wajahku pun turun ke buah dada montok Ika. Dengan gemas dan ganasnya aku membenamkan wajahku ke belahan dadanya, sementara kedua tanganku meraup kedua belah payudaranya dan menekannya ke arah wajahku. Keharuman payudaranya kuhirup sepuas-puasku. Belum puas dengan menyungsep ke belahan dadanya, wajahku kini menggesek-gesek memutar sehingga kedua gunung payudaranya tertekan-tekan oleh wajahku secara bergantian. Sungguh sedap sekali rasanya ketika hidungku menyentuh dan menghirup dalam-dalam daging payudara yang besar dan kenyal itu. Kemudian bibirku meraup puncak bukit payudara kiri Ika. Daerah payudara yang kecoklat-coklatan beserta putingnya yang pink kecoklat-coklatan itu pun masuk dalam mulutku. Kulahap ujung payudara dan putingnya itu dengan bernafsunya, tak ubahnya seperti bayi yang menetek susu setelah kelaparan selama seharian. Di dalam mulutku, puting itu kukulum-kulum dan kumainkan dengan lidahku.

“Mas Bob... geli... geli ...,“ kata Ika kegelian.

Aku tidak perduli. Aku terus mengulum-kulum puncak bukit payudara Ika. Putingnya terasa di lidahku menjadi keras. Kemudian aku kembali melahap puncak bukit payudara itu sebesar-besarnya. Apa yang masuk dalam mulutku kusedot sekuat-kuatnya. Sementara payudara sebelah kanannya kuremas sekuat-kuatnya

dengan tanganku. Hal tersebut kulakukan secara bergantian antara payudara kiri dan payudara kanan Ika. Sementara kontholku semakin menekan dan menggesek-gesek dengan beriramanya di kulit pahanya. Ika semakin menggelinjang-gelinjang dengan hebatnya.

“Mas Bob... mas Bob... ngilu... ngilu... hihhh... nakal sekali tangan dan mulutmu... Auw! Sssh... ngilu... ngilu...,” rintih Ika. Rintihannya itu justru semakin mengipasi api nafsuku. Api nafsuku semakin berkobar-kobar. Semakin ganas aku mengisap-isap dan meremas-remas payudara montoknya. Sementara kontholku berdenyut-denyut keenakan merasakan hangat dan licinnya paha Ika.

Akhirnya aku tidak sabar lagi. Kulepaskan payudara montok Ika dari gelutan mulut dan tanganku. Bibirku kini berpindah menciumi dagu dan lehernya, sementara tanganku membimbing kontholku untuk mencari liang memeknya. Kuputar-putarkan dahulu kepala kontholku di kelebatan jembut di sekitar bibir memek Ika. Bulu-bulu jembut itu bagaikan menggelitiki kepala kontholku. Kepala kontholku pun kegelian. Geli tetapi enak.

“Mas Bob... masukkan seluruhnya mas Bob... masukkan seluruhnya... Mas Bob belum pernah merasakan memek Mbak Dina kan? Mbak Dina orang kuno... tidak mau merasakan konthol sebelum nikah. Padahal itu surga dunia... bagai terhempas langit ke langit ketujuh. mas Bob...”

Jan-jari tangan Ika yang lentik meraih batang kontholku yang sudah amat tegang. Pahanya yang mulus itu dia buka agak lebar.

“Edan... edan... kontholmu besar dan keras sekali, mas Bob...,” katanya sambil mengarahkan kepala kontholku ke lobang memeknya.

Sesaat kemudian kepala kontholku menyentuh bibir memeknya yang sudah basah. Kemudian dengan perlahan-lahan dan sambil kugetarkan, konthol kutekankan masuk ke liang memek. Kini seluruh kepala kontholku pun terbenam di dalam memek. Daging hangat berlendir kini terasa mengulum kepala kontholku dengan enaknya.

Aku menghentikan gerak masuk kontholku.

“Mas Bob... teruskan masuk, Bob... Sssh... enak... jangan berhenti sampai situ saja...,” Ika protes atas tindakanku. Namun aku tidak perduli. Kubiarkan kontholku hanya masuk ke lobang memeknya hanya sebatas kepalanya saja, namun kontholku kugetarkan dengan amplituda kecil. Sementara bibir dan hidungku dengan ganasnya menggeluti lehernya yang jenjang, lengan tangannya yang harum dan mulus, dari ketiaknya yang bersih dari bulu ketiak. Ika menggelinjang-gelinjang dengan tidak karuan.

“Sssh... sssh... enak... enak... geli... geli, mas Bob. Geli... Terus masuk, mas Bob...”

Bibirku mengulum kulit lengan tangannya dengan kuat-kuat. Sementara gerakan kukonsentrasikan pada pinggulku. Dan... satu... dua... tiga! Kontholku kutusukkan sedalam-dalamnya ke dalam memek Ika dengan sangat cepat dan kuatnya. Plak! Pangkal pahaku beradu dengan pangkal pahanya yang mulus yang sedang dalam posisi agak membuka dengan kerasnya. Sementara kulit batang kontholku bagaikan diplirit oleh bibir dan daging lobang memeknya yang sudah basah dengan kuatnya sampai menimbulkan bunyi: srrrt!

“Auwww!” pekik Ika.

Aku diam sesaat, membiarkan kontholku tertanam seluruhnya di dalam memek Ika tanpa bergerak sedikit pun.

“Sakit mas Bob... Nakal sekali kamu... nakal sekali kamu....” kata Ika sambil tangannya meremas punggungku dengan kerasnya.

Aku pun mulai menggerakkan kontholku keluar-masuk memek Ika. Aku tidak tahu, apakah kontholku yang berukuran panjang dan besar ataukah lubang memek Ika yang berukuran kecil. Yang saya tahu, seluruh bagian kontholku yang masuk memeknya serasa dipijit-pijit dinding lobang memeknya dengan agak kuatnya. Pijitan dinding memek itu memberi rasa hangat dan nikmat pada batang kontholku.

“Bagaimana Ika, sakit?” tanyaku

“Sssh... enak sekali... enak sekali... Barangmu besar dan panjang sekali... sampai-sampai menyumpal penuh seluruh penjuru lobang memekku...,” jawab Ika.

Aku terus memompa memek Ika dengan kontholku perlahan-lahan. Payudara kenyalnya yang menempel di dadaku ikut terpilin-pilin oleh dadaku akibat gerakan memompa tadi. Kedua putingnya yang sudah mengeras seakan-akan mengkilik-kilik dadaku yang bidang. Kehangatan payudaranya yang montok itu mulai terasa mengalir ke dadaku. Kontholku serasa diremas-remas dengan berirama oleh otot-otot memeknya sejalan dengan genjotanku tersebut. Terasa hangat dan enak sekali. Sementara setiap kali menusuk masuk kepala kontholku menyentuh suatu daging hangat di dalam memek Ika. Sentuhan tersebut serasa menggelitiki kepala konthol sehingga aku merasa sedikit kegelian. Geli-geli nikmat.

Kemudian aku mengambil kedua kakinya yang kuning langsat mulus dan mengangkatnya. Sambil menjaga agar kontholku tidak tercabut dari lobang memeknya, aku mengambil posisi agak jongkok. Betis kanan Ika kutumpangkan di atas bahuku, sementara betis kirinya kudekatkan ke wajahku. Sambil terus mengocok memeknya perlahan dengan kontholku, betis kirinya yang amat indah itu kuciumi dan kukecupi dengan gemasnya. Setelah puas dengan betis kiri, ganti betis kanannya yang kuciumi dan kugeluti, sementara betis kirinya kutumpangkan ke atas bahuku. Begitu hal tersebut kulakukan beberapa kali secara bergantian, sambil mempertahankan rasa nikmat di kontholku dengan mempertahankan gerakan maju-mundur perlahannya di memek Ika.

Setelah puas dengan cara tersebut, aku meletakkan kedua betisnya di bahuku, sementara kedua telapak tanganku meraup kedua belah payudaranya. Masih dengan kocokan konthol perlahan di memeknya, tanganku meremas-remas payudara montok Ika. Kedua gumpalan daging kenyal itu kuremas kuat-kuat secara berirama. Kadang kedua putingnya kugencet dan kupelintir-pelintir secara perlahan. Puting itu semakin mengeras, dan bukit payudara itu semakin terasa kenyal di telapak tanganku. Ika pun merintih-rintih keenakan. Matanya merem-melek, dan alisnya mengimbanginya dengan sedikit gerakan tarikan ke atas dan ke bawah.

“Ah... mas Bob, geli... geli... Tobat... tobat... Ngilu mas Bob, ngilu... Sssh... sssh... terus mas Bob, terus.... Edan... edan... kontholmu membuat memekku merasa enak sekali... Nanti jangan disemprotkan di luar memek, mas Bob. Nyemprot di dalam saja... aku sedang tidak subur...”

Aku mulai mempercepat gerakan masuk-keluar kontholku di memek Ika.

“Ah-ah-ah... benar, mas Bob. benar... yang cepat... Terus mas Bob, terus...”

Aku bagaikan diberi spirit oleh rintihan-rintihan Ika. tenagaku menjadi berlipat ganda. Kutingkatkan kecepatan keluar-masuk kontholku di memek Ika. Terus dan terus. Seluruh bagian kontholku serasa diremas¬-remas dengan cepatnya oleh daging-daging hangat di dalam memek Ika. Mata Ika menjadi merem-melek dengan cepat dan indahnya. Begitu juga diriku, mataku pun merem-melek dan mendesis-desis karena merasa keenakan yang luar biasa.

“Sssh... sssh... Ika... enak sekali... enak sekali memekmu... enak sekali memekmu...”

“Ya mas Bob, aku juga merasa enak sekali... terusss... terus mas Bob, terusss...”

Aku meningkatkan lagi kecepatan keluar-masuk kontholku pada memeknya. Kontholku terasa bagai diremas-remas dengan tidak karu-karuan.

“Mas Bob... mas Bob... edan mas Bob, edan... sssh... sssh... Terus... terus... Saya hampir keluar nih mas Bob...

sedikit lagi... kita keluar sama-sama ya Booob...,” Ika jadi mengoceh tanpa kendali.

Aku mengayuh terus. Aku belum merasa mau keluar. Namun aku harus membuatnya keluar duluan. Biar perempuan Sunda yang molek satu ini tahu bahwa lelaki Jawa itu perkasa. Biar dia mengakui kejantanan orang Jawa yang bernama mas Bobby. Sementara kontholku merasakan daging-daging hangat di dalam memek Ika bagaikan berdenyut dengan hebatnya.

“Mas Bob... mas Bobby... mas Bobby...,” rintih Ika. Telapak tangannya memegang kedua lengan tanganku seolah mencari pegangan di batang pohon karena takut jatuh ke bawah.

lbarat pembalap, aku mengayuh sepeda balapku dengan semakin cepatnya. Bedanya, dibandingkan dengan pembalap aku lebih beruntung. Di dalam “mengayuh sepeda” aku merasakan keenakan yang luar biasa di sekujur kontholku. Sepedaku pun mempunyai daya tarik tersendiri karena mengeluarkan rintihan-rintihan keenakan yang tiada terkira.

“Mas Bob... ah-ah-ah-ah-ah... Enak mas Bob, enak... Ah-ah-ah-ah-ah... Mau keluar mas Bob... mau keluar... ah-ah-ah-ah-ah... sekarang ke-ke-ke...”

Tiba-tiba kurasakan kontholku dijepit oleh dinding memek Ika dengan sangat kuatnya. Di dalam memek, kontholku merasa disemprot oleh cairan yang keluar dari memek Ika dengan cukup derasnya. Dan telapak tangan Ika meremas lengan tanganku dengan sangat kuatnya. Mulut sensual Ika pun berteriak tanpa kendali:

“...keluarrr...!”

Mata Ika membeliak-beliak. Sekejap tubuh Ika kurasakan mengejang.

Aku pun menghentikan genjotanku. Kontholku yang tegang luar biasa kubiarkan diam tertanam dalam memek Ika. Kontholku merasa hangat luar biasa karena terkena semprotan cairan memek Ika. Kulihat mata Ika kemudian memejam beberapa saat dalam menikmati puncak orgasmenya.

Setelah sekitar satu menit berlangsung, remasan tangannya pada lenganku perlahan-lahan mengendur. Kelopak matanya pun membuka, memandangi wajahku. Sementara jepitan dinding memeknya pada kontholku berangsur-angsur melemah. walaupun kontholku masih tegang dan keras. Kedua kaki Ika lalu kuletakkan kembali di atas kasur dengan posisi agak membuka. Aku kembali menindih tubuh telanjang Ika dengan mempertahankan agar kontholku yang tertanam di dalam memeknya tidak tercabut.

“Mas Bob... kamu luar biasa... kamu membawaku ke langit ke tujuh,” kata Ika dengan mimik wajah penuh kepuasan. “Kak Dai dan pacar-pacarku yang dulu tidak pernah membuat aku ke puncak orgasme seperti ml. Sejak Mbak Dina tinggal di sini, Ika suka membenarkan mas Bob saat berhubungan dengan Kak Dai.”

Aku senang mendengar pengakuan Ika itu. berarti selama aku tidak bertepuk sebelah tangan. Aku selalu membayangkan kemolekan tubuh Ika dalam masturbasiku, sementara dia juga membayangkan kugeluti

dalam onaninya. Bagiku. Dina bagus dijadikan istri dan ibu anak-anakku kelak, namun tidak dapat dipungkiri bahwa tubuh aduhai Ika enak digeluti dan digenjot dengan penuh nafsu.

“Mas Bob... kamu seperti yang kubayangkan. Kamu jantan... kamu perkasa... dan kamu berhasil membawaku ke puncak orgasme. Luar biasa nikmatnya...”

Aku bangga mendengar ucapan Ika. Dadaku serasa mengembang. Dan bagai anak kecil yang suka pujian, aku ingin menunjukkan bahwa aku lebih perkasa dari dugaannya. Perempuan Sunda ini harus kewalahan menghadapi genjotanku. Perempuan Sunda ini harus mengakui kejantanan dan keperkasaanku. Kebetulan aku saat ini baru setengah perjalanan pendakianku di saat Ika sudah mencapai orgasmenya. Kontholku masih tegang di dalam memeknya. Kontholku masih besar dan keras, yang hams menyemprotkan pelurunya agar kepalaku tidak pusing.

Aku kembali mendekap tubuh mulus Ika, yang di bawah sinar lampu kuning kulit tubuhnya tampak sangat mulus dan licin. Kontholku mulai bergerak keluar-masuk lagi di memek Ika, namun masih dengan gerakan perlahan. Dinding memek Ika secara berargsur-angsur terasa mulai meremas-remas kontholku. Terasa hangat dan enak. Namun sekarang gerakan kontholku lebih lancar dibandingkan dengan tadi. Pasti karena adanya cairan orgasme yang disemprotkan oleh memek Ika beberapa saat yang lalu.

“Ahhh... mas Bob... kau langsung memulainya lagi... Sekarang giliranmu... semprotkan air manimu ke dinding-dinding memekku... Sssh...,” Ika mulai mendesis-desis lagi.

Bibirku mulai memagut bibir merekah Ika yang amat sensual itu dan melumat-lumatnya dengan gemasnya. Sementara tangan kiriku ikut menyangga berat badanku, tangan kananku meremas-remas payudara montok Ika serta memijit-mijit putingnya, sesuai dengan mama gerak maju-mundur kontholku di memeknya.

“Sssh... sssh... sssh... enak mas Bob, enak... Terus... teruss... terusss...,” desis bibir Ika di saat berhasil melepaskannya dari serbuan bibirku. Desisan itu bagaikan mengipasi gelora api birahiku.

Sambil kembali melumat bibir Ika dengan kuatnya, aku mempercepat genjotan kontholku di memeknya. Pengaruh adanya cairan di dalam memek Ika, keluar-masuknya konthol pun diiringi oleh suara, “srrt-srret srrrt-srrret srrt-srret...” Mulut Ika di saat terbebas dari lumatan bibirku tidak henti-hentinya mengeluarkan rintih kenikmatan,

“Mas Bob... ah... mas Bob... ah... mas Bob... hhb... mas Bob... ahh...”

Kontholku semakin tegang. Kulepaskan tangan kananku dari payudaranya. Kedua tanganku kini dari ketiak Ika menyusup ke bawah dan memeluk punggung mulusnya. Tangan Ika pun memeluk punggungku dan mengusap-usapnya. Aku pun memulai serangan dahsyatku. Keluar-masuknya kontholku ke dalam memek Ika sekarang berlangsung dengan cepat dan berirama. Setiap kali masuk, konthol kuhunjamkan keras-keras agar menusuk memek Ika sedalam-dalamnya. Dalam perjalanannya, batang kontholku bagai diremas dan dihentakkan kuat-kuat oleh dinding memek Ika. Sampai di langkah terdalam, mata Ika membeliak sambil bibirnya mengeluarkan seruan tertahan, “Ak!” Sementara daging pangkal pahaku bagaikan menampar daging pangkal pahanya sampai berbunyi: plak! Di saat bergerak keluar memek, konthol kujaga agar kepalanya yang mengenakan helm tetap tertanam di lobang memek. Remasan dinding memek pada batang kontholku pada gerak keluar ini sedikit lebih lemah dibanding dengan gerak masuknya. Bibir memek yang mengulum batang kontholku pun sedikit ikut tertarik keluar, seolah tidak rela bila sampai ditinggal keluar oleh batang kontholku. Pada gerak keluar ini Bibir Ika mendesah, “Hhh...”

Aku terus menggenjot memek Ika dengan gerakan cepat dan menghentak-hentak. Remasan yang luar biasa kuat, hangat, dan enak sekali bekerja di kontholku. Tangan Ika meremas punggungku kuat-kuat di saat kontholku kuhunjam masuk sejauh-jauhnya ke lobang memeknya. beradunya daging pangkal paha menimbulkan suara: Plak! Plak! Plak! Plak! Pergeseran antara kontholku dan memek Ika menimbulkan bunyi srottt-srrrt... srottt-srrrt... srottt-srrrtt... Kedua nada tersebut diperdahsyat oleh pekikan-pekikan kecil yang merdu yang keluar dari bibir Ika:

“Ak! Uhh... Ak! Hhh... Ak! Hhh...”

Kontholku terasa empot-empotan luar biasa. Rasa hangat, geli, dan enak yang tiada tara membuatku tidak kuasa menahan pekikan-pekikan kecil:

“lka... Ika... edan... edan... Enak sekali Ika... Memekmu enak sekali... Memekmu hangat sekali... edan... jepitan memekmu enak sekali...”

“Mas Bob... mas Bob... terus mas Bob rintih Ika, “enak mas Bob... enaaak... Ak! Ak! Ak! Hhh... Ak! Hhh... Ak! Hhh...”

Tiba-tiba rasa gatal menyelimuti segenap penjuru kontholku. Gatal yang enak sekali. Aku pun mengocokkan kontholku ke memeknya dengan semakin cepat dan kerasnya. Setiap masuk ke dalam, kontholku berusaha menusuk lebih dalam lagi dan lebih cepat lagi dibandingkan langkah masuk sebelumnya. Rasa gatal dan rasa enak yang luar biasa di konthol pun semakin menghebat.

“Ika... aku... aku...” Karena menahan rasa nikmat dan gatal yang luar biasa aku tidak mampu menyelesaikan ucapanku yang memang sudah terbata-bata itu.

“Mas Bob... mas Bob... mas Bob! Ak-ak-ak... Aku mau keluar lagi... Ak-ak-ak... aku ke-ke-ke...”

Tiba-tiba kontholku mengejang dan berdenyut dengan amat dahsyatnya. Aku tidak mampu lagi menahan rasa gatal yang sudah mencapai puncaknya. Namun pada saat itu juga tiba-tiba dinding memek Ika mencekik kuat sekali. Dengan cekikan yang kuat dan enak sekali itu. aku tidak mampu lagi menahan jebolnya bendungan dalam alat kelaminku.

Pruttt! Pruttt! Pruttt! Kepala kontholku terasa disemprot cairan memek Ika, bersamaan dengan pekikan Ika, “...keluarrrr...!” Tubuh Ika mengejang dengan mata membeliak-beliak.

“Ika...!” aku melenguh keras-keras sambil merengkuh tubuh Ika sekuat-kuatnya, seolah aku sedang berusaha rnenemukkan tulang-tulang punggungnya dalam kegemasan. Wajahku kubenamkan kuat-kuat di lehernya yang jenjang. Cairan spermaku pun tak terbendung lagi.

Crottt! Crott! Croat! Spermaku bersemburan dengan derasnya, menyemprot dinding memek Ika yang terdalam. Kontholku yang terbenam semua di dalam kehangatan memek Ika terasa berdenyut-denyut.

Beberapa saat lamanya aku dan Ika terdiam dalam keadaan berpelukan erat sekali, sampai-sampai dari alat kemaluan, perut, hingga ke payudaranya seolah terpateri erat dengan tubuh depanku. Aku menghabiskan sisa-sisa sperma dalam kontholku. Cret! Cret! Cret! Kontholku menyemprotkan lagi air mani yang masih tersisa ke dalam memek Ika. Kali ini semprotannya lebih lemah.

Perlahan-lahan tubuh Ika dan tubuhku pun mengendur kembali. Aku kemudian menciumi leher mulus Ika dengan lembutnya, sementara tangan Ika mengusap-usap punggungku dan mengelus-elus rambut kepalaku. Aku merasa puas sekali berhasil bermain seks dengan Ika. Pertama kali aku bermain seks, bidadari lawan mainku adalah perempuan Sunda yang bertubuh kenyal, berkulit kuning langsat mulus, berpayudara besar dan padat, berpinggang ramping, dan berpinggul besar serta aduhai. Tidak rugi air maniku diperas habis-habisan pada pengalaman pertama ini oleh orang semolek Ika.

“Mas Bob... terima kasih mas Bob. Puas sekali saya. indah sekali... sungguh... enak sekali,” kata Ika lirih.

Aku tidak memberi kata tanggapan. Sebagai jawaban, bibirnya yang indah itu kukecup mesra. Dalam keadaan tetap telanjang, kami berdekapan erat di atas tempat tidur pacarku. Dia meletakkan kepalanya di atas dadaku yang bidang, sedang tangannya melingkar ke badanku. Baru ketika jam dinding menunjukkan pukul 22:00, aku dan Ika berpakaian kembali. Ika sudah tahu kebiasaanku dalam mengapeli Dina, bahwa pukul 22:00 aku pulang ke tempat kost-ku sendiri.

Sebelum keluar kamar, aku mendekap erat tubuh Ika dan melumat-lumat bibirnya beberapa saat.

“Mas Bob... kapan-kapan kita mengulangi lagi ya mas Bob... Jangan khawatir, kita tanpa Ikatan. Ika akan selalu merahasiakan hal ini kepada siapapun, termasuk ke Kak Dai dan Mbak Dina. Ika puas sekali bercumbu dengan mas Bob,” begitu kata Ika.

Aku pun mengangguk tanda setuju. Siapa sih yang tidak mau diberi kenikmatan secara gratis dan tanpa ikatan? Akhirnya dia keluar dari kamar dan kembali masuk ke rumahnya lewat pintu samping. Lima menit kemudian aku baru pulang ke tempat kost-ku.
namanya tini
‘Dari Cisompet, Bu ‘ kata pembantu baru itu kepada isteriku ketika ditanya asalnya dari mana.

‘Cisompet ? Daerah mana tuh ‘

‘Itu Bu ‘ Garut terus ka kidul .. jauh ‘. Dekat perkebunan teh ‘ jelasnya lagi dengan wajah memerah karena malu2 kali.
Wajah yang biasa saja seperti wajah gadis desa lainnya, tapi Tini ini punya kelebihan, kulitnya kuning langsat dan bersih, badannya sedikit agak gemuk.

‘Pameumpeuk, maksud kamu ‘ kataku nimbrung, ingat daerah pantai selatan Garut, yang ada tempat peluncuran roket itu.

‘Sebelumnya Pak. Tempat saya daerah pegunungan, kebun teh. Pameumpeuk mah cakeut pisan ka laut ‘

‘Berapa umur kamu ‘

‘Bulan depan 21 tahun, Bu ‘

‘Udah berkeluarga ? ‘

‘Sudah Bu, tapi sekarang udah cerai ‘

‘Punya anak ? ‘

‘Satu Bu, laki2, umur 2 tahun ‘

‘Dimana anaknya sekarang ? ‘

‘Di kampung, ikut neneknya ‘

‘Udah pernah kerja sebelumnya ? ‘ tanya isteriku lagi.

‘Pernah dua kali Bu ‘.

‘Kerja di mana ? ‘
‘Di Jakarta ‘
‘Pembantu juga, trus pindah ke Swasta hanya sebulan

‘Sebagai apa di swasta ‘

‘Biasa Bu, buruh ‘

Singkatnya, setelah ‘wawancara rekrutmen ‘ itu akhirnya isteriku menerima Tini sebagai pembantu rumah tangga kami yang baru. Sebenarnya, ‘interview’ yang dilakukan oleh isteriku kurang mendalam, setidaknya menurut text-book yang pernah kubaca. Tapi biarlah, toh hanya PRT dan kami memang sangat membutuhkannya. Di hari pertama Tini bekerja, isteriku terpaksa ambil cuti sehari untuk ‘memberi petunjuk ‘ kepada pembantu baru ini.
Pembaca yang baik, dari sejak diterimanya Tini sebagai pembantu rumah tangga kami inilah kisah nyataku berawal. Cerita ini memang sungguh2 saya alami sekitar setahun yang lalu. Setelah aku dapat kiriman URL address Samzara lewat seorang mail-mate dan aku membaca cerita2 serunya, aku terdorong untuk ikut berkisah tentang pengalamanku nyataku ini, walaupun aku sebenarnya bukan penulis.

Kami suami isteri memang sama-sama bekerja sebagai karyawan, tapi beda perusahaan. Anak kami orang. Si sulung, laki2, baru sebulan ini mulai kuliah dan kost di Jatinangor. Walaupun kami juga tinggal di Bandung, tapi untuk menghemat waktu dan biaya transport dia kost di dekat kampusnya. Nomor dua perempuan, SMU swasta kelas dua, masuk siang, dan si Bungsu lelaki, masih SLTP negeri masuk pagi.

Walapun aku terkadang ‘jajan‘ kalau keadaan darurat, sebenarnya aku tak tertarik kepada Tini. Selain karena dia pembantu, juga karena isteriku masih mantap dan mampu memuaskanku dalam banyak hal, termasuk seks. Kenapa masih suka jajan? Ya .. karena dalam keadaan darurat itu. Tapi sekepepet gimanapun aku engga akan ‘makan ‘ pembantu. Tak baik. Lagipula Tini, yang
menarik darinya sebagai wanita, hanya kulit tubuhnya yang langsat dan bersih.
Demikian juga setelah Tini sebulan kerja di rumahku. Sampai suatu saat, aku mulai lebih sering memperhatikannya karena peristiwa yang akan kuceritakan ini.

Waktu itu aku tak masuk kantor sebab badanku tak enak. Seluruh badan pegal2, mulai dari punggung, pinggang sampai kedua kaki. Mungkin ini cuma flu atau masuk angin, aku tak perlu ke dokter. Tapi karena pegal2 tadi aku memutuskan untuk istirahat di rumah saja. Tiduran saja sambil membaca.

‘Oh, maaf Pak‘ Saya kira Bapak ke kantor ‘ seru Tini kaget.
Dia masuk ke kamarku untuk membersihkan seperti biasanya. Tini langsung menutup pintu kembali dan keluar.

‘Engga apa2 bersihin aja ‘

‘Bapak sakit?‘ tanyanya

‘Engga ‘. Cuman pegel2 badan, kayanya masuk angin ‘

Tini mulai menyapu, kemudian mengepel. Ketika dia membungkuk-bungkuk ngepel lantai itulah aku ‘terpaksa‘ melihat belahan dadanya dari leher T-shirt nya. Kesan pertama : bulat dan putih. Wah ‘pemandangan menarik juga nih, pikirku. Tak ada salahnya kan menikmati pemandangan ini. Bentuk buah dada itu semakin jelas ketika Tini mengepel lantai dekat tempat tidur. Belahan dada itu menyiratkan ‘kebulatan‘ dan mantapnya ukuran bukit-bukit disampingnya. Dan lagi, putihnya ampuun.

Walaupun aku mulai terrangsang menikmati guncangan sepasang ‘bola’ kembar besar itu, aku segera menghilangkan pikiran-pikiran yang mulai menggoda. Ingat, dia pembantu rumah tangga kamu.

‘Kalo masuk angin, mau dikerokin Pak?‘
Pertanyaan yang biasa sebenarnya, apalagi ekspresi wajahnya wajar, polos, dan memang ingin membantu. Tini ternyata rajin bekerja, isteriku senang karena dia tak perlu banyak perintah sudah bisa jalan sendiri. Jadi kalau dia bertanya seperti itu memang dia ingin membantuku. Tapi aku sempat kaget atas tawarannya itu, sebab lagi asyik memperhatikan belahan putihnya.

‘Kerokin? Bapak engga biasa kerokan. Punggung pegal2 begini sih biasanya dipijit‘
Memang aku suka memanggil Mang Oyo, tukang pijat, tapi dia sedang ada panggilan ke Cimahi. Besok lusa baru tukang pijit langgananku itu janji mau dateng.
‘Oo .. tukang pijit yang ditelepon Ibu tadi ya‘ sahutnya.
Tini rupanya memperhatikan isteriku menelepon.
‘Dia kan baru dateng 2 hari lagi‘ lanjutnya sambil terus mengepel.
Tini memang suka ngobrol. Tak apalah sekali2 ngobrol ama pembantu, asal masih bisa menikmati guncangan bukit kembarnya. Aku tak menjawab. Kini ada lagi ‘temuanku’. Meski Tini agak gemuk, tapi badannya berbentuk. Maksudku shaping line-nya dari atas lebar, turun ke pinggang menyempit, terus turun lagi ke pinggul melebar. Seandainya tubuh Tini ini bisa di ‘re-engineering‘, dibentuk kembali, tingginya ditambah sekitar 5 cm tapi tidak perlu tambahan ‘bahan baku ‘, jadilah tubuh ideal.

‘Entar kalo kerjaan saya udah beres, Bapak mau saya pijitin?‘
‘Hah’ Berani bener dia menawari majikan lakinya untuk dipijit? Tapi kulihat wajahnya serius dan masih tetap polos. Jelas tak ada maksud lain selain memang ingin membantu majikannya.
‘Emang kamu bisa ? ‘

‘Saya pernah kursus memijat, Pak ‘

‘Boleh‘ hanya itu jawabanku.
Sebenarnya aku ingin tanya lebih jauh tentang kursusnya itu, tapi dia telah menyelesaikan pekerjaannya dan terus keluar kamar. Tinggal aku yang menimbang-nimbang. Aku memang senang dipijit, baik oleh Mang Oyo apalagi oleh wanita muda. Tapi gimana kalau isteriku tahu aku dipijit oleh Tini, aku belum tahu reaksinya. Terima sajalah tawarannya ini, toh aku nanti bisa pesan sama dia untuk tak bilang ke isteriku.
‘Dipijat sekarang, Pak?‘ tawarnya ketika ia membawa minuman yang kuminta.
Kulihat baru jam 12 siang.

‘Kerjaan kamu udah beres ? ‘

‘Belum sih, mau seterika tapi jemuran belum kering ‘

Aku juga ingin sekarang, tapi anakku yang sekolah siang belum berangkat. Tak enak kalau dia tahu bapaknya dipijat oleh pembantu wanita muda.

‘Entar aja. Sekitar jam 2′
Pertimbanganku, pada jam itu anak kedua sudah ke sekolah, si Bungsu sudah pulang sekolah dan main keluar rumah seperti biasanya, dan masih cukup waktu sebelum isteriku pulang kantor pada pukul 5 sore.
Sekitar pukul 2 lewat seperempat, Tini mengetuk pintu kamarku.

‘Masuk‘ Tini nongol di pintu.

‘Bapak ada henbodi?‘ Maksudnya tentu hand-body lotion.

‘Cari aja disitu ‘ kataku sambil menunjuk meja rias isteriku. Aku membalikkan tubuh, telungkup, siap dipijat.

‘Lepas aja kaosnya Pak, biar engga kena henbodi ‘

Celaka! Ketika aku melepas kaos, aku baru sadar bahwa aku dari pagi belum mandi dan masih mengenakan ‘pakaian tidur‘ kebiasaanku : T-shirt dan singlet untuk atasnya, dan hanya sarung sebagai penutup tubuh bawahku. Pakaian ‘kebesaran‘ ini memang kesukaanku, sebab memudahkan kalau sewaktu- waktu aku ingin meniduri isteriku. Akupun menuntut isteriku untuk berpakaian tidur khusus pula : gaun agak tipis model tank-top dan mini, tanpa apa-apa lagi di dalamnya!

Jadi kalau aku akan berhubungan seks aku perlu stimulasi lebih dulu, maklum sudah belasan tahun aku menikah. Stimulasi yang paling aku senangi dan bisa membuat penisku keras adalah oral. Isteriku tinggal menyingkap sarung dan melahap isinya. Dan setelah kami siap tempur, aku tak perlu direpotkan oleh pakaian isteriku. Aku tinggal ‘menembak‘ setelah menindih tubuhnya, sebab biasanya baju tidur pendeknya itu akan tersingkap dengan sendirinya ketika aku menindih dan menggeser-geserkan tubuhku‘

Tini memang pintar memijat. Dengan hand-body lotion dia mengurut tubuhku mulai dari pinggang sampai punggung begitu enak kurasakan. Dia tahu persis susunan otot2 di punggung. Sepertinya dia sudah pengalaman memijat.
‘Kamu pernah kursus pijat di mana?‘ tanyaku membuka percakapan.

‘Ehhmm ‘ di… di panti pijat Pak ‘

‘Ha. Kamu pernah kerja di panti pijat ? ‘

‘Iiyyyaa ‘ Pak ‘ ‘

‘Kok engga bilang ‘

‘Takut engga diterima ama Ibu, Pak ‘

‘Dimana dan berapa lama ? ‘

‘Di panti pijat ———-, cuma sebulan kok. Tapi Bapak jangan bilang ke Ibu ya‘

‘Iya deh, asal kamu mau cerita semua pengalaman kamu kerja di panti pijat‘.
Untuk sementara aku menang, punya kartu as yang nanti akan berguna kalau aku harus bilang ke Tini, jangan bilang ke Ibu ya‘

‘Sebelum kerja ‘kan ikut trening dulu seminggu Pak ‘

‘Oh iya ‘

‘Soalnya itu emang tempat pijat beneran‘
Aku tahu, panti pijat yang disebutnya itu terletak di Jakarta Selatan dan memang panti pijat ’serius‘. Bukan seperti di Manggabesar misalnya, semua panti pijat hanya kamuflase dari tempat pelayanan seks saja.

‘Trus kenapa kamu hanya sebulan, gajinya lumayan kan, dibanding pembantu‘

‘Iya sih ‘cuman cape‘ Pak. Saya sehari paling tahan memijat 2 orang saja. ‘

‘Kerja memang cape ‘

‘Tapi tangan saya jadi pegel banget Pak. Sehari saya memijat 5 – 6 orang.
Penghasilan memang gede tapi biaya juga gede. Mendingan pembantu aja, semua biaya ada yang nanggung, bisa nabung ‘

‘Kamu senang kerja di sini?‘

‘Saya kerasan Pak, semuanya baik sih‘
Memang aku mengajarkan kepada anak-anakku untuk bersikap baik kepada pembantu.

‘Kamu mijit sekarang ini cape juga dong ‘

‘Engga dong Pak, kan cuma sekali2 ‘

‘Kalau Bapak minta tiap hari ? ‘

‘Engga baik Pak pijat setiap hari. Paling sering sekali seminggu ‘

Lalu hening lagi. Aku asyik menikmati pijatannya, masih di punggungku.

‘Punggungnya udah Pak. Kakinya mau ? ‘

‘Boleh‘
Kaki saja bolehlah, asal jangan ke atas, soalnya burungku sedang tak ada kurungannya. Tini menyingkap sarungku sampai lutut, lalu mulai memencet-mencet telapak kakiku.

‘Aturan kaki dulu Pak, baru ke atas ‘

‘Kenapa tadi engga begitu ? ‘

‘Kan Bapak tadi minta punggung ‘

Lalu naik ke betis, kemudian mengurutnya dari pergelangan kaki sampai lutut, kaki kiri dulu baru yang kanan.

‘Apa aja yang diajarin waktu trening ? ‘

‘Pengetahuan tentang otot2 tubuh, cara memijat dan mengurut, terus praktek memijat. Paling engga enak prakteknya ‘

‘Kenapa ? ‘

‘Mijitin para senior, engga dibayar ‘

Kedua kakiku sudah selesai dipijatnya. Tiba2 Tini menyingkap sarungku lebih ke atas lagi dan mulai memijat paha belakangku (aku masih telungkup). Nah,
ketika mengurut pahaku sampai pangkalnya, burungku mulai bereaksi, membesar. Aku yakin Tini sudah tahu bahwa aku tak memakai CD. Meskipun sarung masih menutupi pantatku, tapi dalam posisi begini, terbuka sampai pangkal paha, paling tidak ‘biji ‘ku akan terlihat. Tapi Tini terlihat wajar-wajar saja, masih terus mengurut, tak terlihat kaget atas kenakalanku. Bahkan dia sekarang memencet-mencet pantatku yang terbuka.

‘Cuma itu pelajarannya?‘ tanyaku asal saja, untuk mengatasi kakunya suasana.
Tapi aku mendapatkan jawaban yang mengejutkan.

‘Ada lagi sebetulnya, cuman ‘ malu ah bilangnya ‘

‘Bilang aja, kenapa musti malu ‘

‘Engga enak ah Pak ‘

‘Ya udah, kamu cerita aja pengalaman kamu selama kerja mijat ‘

‘Ahh ‘ itu malu juga‘
‘Heee‘. Udah‘ cerita apa aja yang kamu mau‘
‘Kan tamu macem2 orangnya. Ada yang baik, yang nakal, ada yang kurang ajar ‘
‘Trus?‘

‘Kita diajarin cara mengatasi tamu yang ingin coba-coba ‘

‘Coba2 gimana? ‘

‘Coba itu ‘ ah .. Bapak tahu deh maksud saya ‘ ‘

‘Engga tahu ‘ kataku pura-pura

‘Itu ‘ tamu yang udah tinggi ‘. Emm ‘ nafsunya ‘ Wah menarik nih.

‘Gimana caranya ‘

‘Hmm‘ ah engga enak ah bilangnya‘ katanya sambil mengendurkan otot2 pantatku dengan menekan dan mengguncangkan.
Punyaku makin terjepit.

‘Bilang aja ‘

‘Dikocok aja ‘

‘Ha ‘! ‘

‘Kalo udah keluar, kan tensinya langsung turun ‘

‘Kamu diajarin cara ngocoknya ? ‘

‘Sebenernya bukan itu aja sih Pak, tapi diajarin cara mengurut ‘itu’.

‘Wah .. kamu jadi pinter ngurut itu dong‘
Pantesan dia biasa2 saja melihat pria telanjang.

‘Buat apa itu diurut ‘ tanyaku lagi.

‘Biar jalan darahnya lancar ‘. ‘ Maksudnya peredaran darah.

‘Kalo lancar, trus ? ‘

‘Ya‘ biar sip, gitu. Ah Bapak ini kaya engga tahu aja. Sekarang depannya mau Pak?‘
Mau sih mau, cuman malu dong ketahuan lagi tegang begini. Ketahuan sama pembantu lagi. Apa boleh buat. Dengan acuhnya aku membalikkan badan. Jelas banget yang tegang itu di balik sarungku. Punyaku memang besarnya sedang2 saja, tapi panjang. Kulihat Tini melirik sekilas kepada punyaku itu, lalu mulai mengurut kakiku. Ekspresinya tak berubah. Biasa saja. Dia memang udah biasa melihat ‘perangkat’ lelaki.

‘Cerita lagi pengalaman kamu‘ kataku sambil menahan geli.
Tangan Tini sudah sampai di pahaku. Kedua belah telapak tangannya membentuk lingkaran yang pas di pahaku, lalu digerakkan mulai dari atas lutut sampai ke pangkal pahaku berulang-ulang. Terasa jelas beberapa kali jari2nya menyentuh pelirku yang membuat penisku makin kencang tegangnya. Apalagi gerakan mengurut pahaku itu membuatnya harus membungkuk sehingga aku bisa makin jelas melihat belahan dadanya dan sebagian buah putihnya itu. Bahkan sampai guratan2 tipis kehijauan pembuluh darah pada buah dadanya nampak. Aku harus berusaha keras menahan diri agar tak hilang kendali lalu menggumuli wanita muda di depanku ini, menelanjanginya dan memasukkan penisku yang sudah tegang ke lubang vaginanya. Walaupun udah high begini, aku tak akan memberikan air maniku kedalam vagina pembantuku sendiri. Semacam pantanganlah. Lebih baik sama isteri atau cari di luaran. Ada kawan kantor yang bersedia menerima penisku memasuki tubuhnya, kapan saja aku butuh. Termasuk sedang mens, tentunya dengan teknik oral kalo bulannya lagi datang.

‘Banyak susahnya dibanding senengnya, Pak ‘

‘Ah masa ‘

‘Iya. Makanya saya hanya tahan sebulan ‘

‘Gimana sih engga enaknya ‘

‘Banyak tamu yang dateng maunya ‘main’, bukan pijit. Saya kan engga mau begituan. Lagian udah jelas di situ kan engga boleh buat main ‘

‘Kalo tamunya ngotot minta ‘

‘Yaah .. dikocok aja, sambil ” ‘ Aku tunggu dia tak meneruskan kalimatnya.

‘Sambil apa ‘

‘Kalo ada yang nekat, daripada bikin repot, saya kasih aja pegang2 tetek, tapi dari luar aja. Saya engga kasih buka kancing ‘

‘Pantesan kamu laris, ada bonusnya sih.. ‘

‘Engga semua tamu Pak, emangnya diobral. Hanya yang bandel aja. Biasanya sih kalo mulai nakal pengin pegang2, trus saya tolak terus, dia bisa ngerti. Kalo udah keluar ‘kan langsung surut nafsunya ‘

Paha kanan selesai diurut, kini pindah ke paha kiri. Mungkin karena posisinya, kayanya kali ini pelirku lebih sering disentuh dan terusap. Baru aku menyadari, lengan Tini ditumbuhi bulu-bulu halus. Aku makin tegang saja, penisku sudah tegang maksimum, siap untuk digunakan. Tapi aku tetap bertahan untuk tak lepas kontrol.

Tiba2 muncul ide nakalku. Dengan menggerakkan pinggul dan kaki, aku diam2 menarik sarungku seolah-olah tak sengaja sehingga kini seluruh batang kelaminku terbuka. Aku juga pura2 tak tahu. Tapi dasar ‘. Reaksi Tini tak seperti yang kuduga. Dia hanya sekilas melihat kelaminku, lalu kembali asyik mengurut dan acuh. Dia sudah terlalu sering melihat kelamin lelaki yang tegang ‘.

‘Setiap tamu kamu kocok ‘

‘Engga dong, yang nakal iya, ada juga yang minta. Sebenarnya saya bukan ngocok, tapi mengurut supaya darahnya lancar, tapi tamunya yang minta sekalian dikocok ‘

Ah ‘ pengin juga punyaku diurut, supaya lancar. Terus dikocok, supaya segar ‘

‘Kamu ngocoknya selalu sampai keluar ‘

‘Iya dong Pak, kan supaya aman. Lagian cuman sebentar. ‘

‘Oh iya ‘

‘Iya .. ada juga sih yang lama, tapi umumnya 2-3 menit juga keluar. Malah ada yang udah keluar duluan sebelum diurut, cuman kesentuh ‘

‘Oh ..ya ‘

‘Waktu saya ngerjain perutnya, kalau dianya udah tegang, sering kesentuh ama tangan saya. Eh .. tahu2 jari saya kesiram ‘air hangat ‘.

‘Oh iya .. terus gimana‘
‘Saya emang sedikit kaget, tapi pura2 engga tahu, supaya dia engga kesinggung‘
Bijaksana juga dia.

‘Yang lucu lagi, ada yang udah keluar sebelum disentuh ‘

‘Ah masa ‘

‘Anak muda. Setelah selesai pijit belakang, terus kan saya suruh balik badan buat pijit depan. Dianya engga segera membalik. Trus saya minta ijin buat minum sebentar. Waktu saya masuk lagi, dianya udah terlentang dan itunya ditutup pakai handuk. Padahal tadi dia telanjang. Trus waktu saya ngurut paha kaya sekarang ini lho, terasa basah2 di situ. Setelah dia pulang ‘ spreinya basah. Dia udah keluar sewaktu telungkup‘

Paha kanan dan kiriku sudah selesai diurut, pelir kanan dan kirikupun sudah beberapa kali disentuh.

‘Terus, what next ?

Dengan ‘dingin ‘nya Tini menutupi kembali kelaminku dengan sarung, lalu.

‘Sekarang atasnya, Pak ‘

Tini lebih mendekat, berdiri di samping kiri perutku dan mulai memijit bahuku, trus dadaku. Bulu-bulu di lengannya makin jelas, lumayan panjang, halus, dan berbaris rapi. Hali ini menambah rangsanganku. Kedua tanganku bebas. Kesempatan ini kugunakan buat ‘tak sengaja ‘ menyentuh pantatnya yang begitu menonjol ke belakang, dengan tangan kiriku.
Uh ‘padat banget pantat si Tini.
Dia tak bereaksi. Tanganku makin nakal. Kali ini tak menyentuh lagi, tapi sudah meremas-remas kedua bulatan di belakang tubuhnya itu. Tini tak protes, tapi dengan amat ’sopan‘ dan lihai dia menghindari kenakalan tanganku sambil terus memijit, seolah-olah tak sengaja menghindar. Benar2 dia ‘bijaksana‘. Akupun segera tahu diri, dia tak suka diganggu oleh majikannya ini.

Begitu juga waktu dia memijat tanganku. Ketika mengurut di bagian lengan atas telapak tanganku berada di wilayah dadanya. Aku lagi2 ‘tak sengaja menyentuh bukit kanannya. Uuuh bukan main padat dada janda muda beranak satu ini. Tapi aku tak berani melanjutkan aksi tanganku di dadanya. Ada rasa tak enak.

Kedua tangan selesai diurut. Tini menyibak sarung yang menutupi perutku, sehingga seolah-olah makin mempertegas menjulangnya penisku. Dengan perlahan ia mengurut perutku.

‘Kalau perut memang engga boleh kuat2 ‘ katanya.
Memang, dia lebih mirip mengusap dibanding mengurut. Hal ini makin menambah rangsanganku saja. Benar, dalam mengusap perut Tini beberapa kali menyentuh penisku, tapi tak langsung, masih kehalangan dengan kain sarung. Lebih nikmat kalau langsung ‘.

‘Selesai Pak ‘ katanya begitu selesai mengurut perut.

Selesai? Aku ingin dia mengurut penisku, seperti yang dilakukan kepada customernya.

‘Engga sekalian‘ kataku setengah ragu dan dengan suara agak serak.

‘Apa pak? ‘

‘Punya Bapak diurut sekalian ‘ ‘

‘Ah engga perlu Pak, punya Bapak masih bagus, masih sip .. ‘

‘Tahu dari mana kamu ‘

‘Itu ‘ tegangnya masih bagus ‘ katanya.
Anak ini benar2 . Ekspresi wajahnya biasa2, polos wajar, padahal bicara tentang suatu yang amat sensitif dan rahasia. Dan‘. Kaget banget aku dibuatnya. Dia tiba2 menyingkap sarungku dan lalu”. Memegang batang penisku!

‘Tuh kan ‘ kerasnya juga masih bagus ‘

‘Ah ..masa ‘ ‘

‘Benar Pak, masih tok-cer ‘

Anak Cisompet ini benar2 mengagumkan, seperti sex-counselor aja. Apa yang dikatakannya benar. Punyaku tak pernah ngambek bila ingin kugunakan.

‘Engga apa2, biar tambah sip ‘ aku masih belum menyerah ingin menikmati urutannya.

‘Eehmm ‘.. sebenarnya saya mau aja mengurut punya Bapak, cuman rasanya kok engga enak sama Ibu ‘

”Kan engga perlu bilang sama Ibu ‘

‘Seolah saya mengganggu milik Ibu, engga enak kan ‘ bu kan baik banget ama saya‘

‘Ah .. siapa bilang mengganggu, justru kamu membantu Ibu. Ini kan untuk kepuasan Ibu‘
Tini termakan rayuanku. Dituangnya hand-body ke telapak tangan, lalu menyingkirkan sarungku, dan mulai bekerja.

Pertama-tama, dioleskannya ke pahaku bagian dalam yang dekat-dekat kelamin, dan diurutnya. Lalu urutan pindah ke kantung buah pelir dan bergerak keatas ke batangnya, dengan kedua tangan bergantian.
‘Ahhh sedapnya”
Lalu dengan telunjuk dan ibu jari dipencetnya batang penisku mulai dari pangkal sampai ke ujungnya. Demikian gerakannya bergantian antara mengurut dan memencet. Lalu proses diulang lagi, mulai dengan mengurut paha, biji pelir, batang, dan seterusnya sampai empat kali ulangan. Begitu ulangan keempat selesai, dia lanjutkan dengan gerakan urut naik-turun. Kalo gerakan ini sih lebih mirip mengocok tapi lebih perlahan ‘ enak campur geli2 ‘
Pencet lagi dengan kedua jari, lalu urut lagi, dilanjutkan mengocok pelan. Terkadang kocokannya diselingi dengan kecepatan tinggi, tapi hanya beberapa kali kocokan terus pelan lagi. Kurasakan aku mulai mendaki‘.
Tangan Tini benar-benar lihai menstimulir kelaminku hingga mulai meninggi ‘ terus mendaki ‘.. mungkin beberapa langkah lagi aku sampai di puncak. Tapi ‘..
‘Udah Pak ‘ ‘

‘Udah ..? ‘ aku kecewa berhenti mendadak begini.

‘Masih yahuud begini‘ kalo orang lain sih udah muncrat dari tadi ‘

‘Ah masa‘

‘Bener Pak, udah lebih dari 10 menit Bapak belum‘. ‘

‘Sebentar lagi aja udah hampir kok‘

‘Jangan ah pak ‘ simpan aja buat Ibu nanti malem‘

‘Sebentar aja deh ‘

‘Udahlah Pak. Bapak hebat. Ibu beruntung lho memiliki Bapak ‘

Akhirnya aku mengalah.

‘Iyalah‘. Makasih ya‘ bapak jadi seger nih‘
Memang perasaanku menjadi lebih segar dibanding tadi pagi. Tapi ini ‘rasa yang menggantung ini perlu penyelesaian. Tiba2 aku berharap agar isteriku cepat2 pulang‘.

‘Makasi ya Tin‘ kataku lagi waktu dia pamitan.

‘Sama-sama Pak‘

Pukul lima kurang seperempat. Tini memijatku selama satu setengah jam. Sebentar lagi isteriku pulang. Aku cepat2 mandi menghilangkan wanginya hand-body lotion, entar curiga isteriku, tumben2an pakai handbody.

Isteriku terheran-heran ketika sedang mengganti baju aku serbu dari belakang

‘Eh ‘ ada angin apa nih‘

‘Habis‘ seharian nganggur, jadinya mengkhayal aja‘ kataku berbohong.
Isteriku sudah makfum maksud seranganku ini. Akupun sudah pengin banget, gara-gara nanggungnya pekerjaan tangan Tini tadi. Tahu suaminya udah ngebet banget, dia langsung melepas Cdnya dan pasang posisi. Kusingkap dasternya. Kusingkap juga sarungku, dan aku masuk. Goyang dan pompa. Kiri kanan, dan atas bawah. Sampai tuntas, sampai kejang melayang, sampai lemas. Seperti yang sudah-sudah. Hanya bedanya sekarang, waktu menggoyang dan memompa tadi aku membayangkan sedang menyetubuhi Tini! Hah!

Sejak Tini memijatku kemarin, aku jadi makin memperhatikannya. Padahal sebelumnya hal ini tak pernah kulakukan. Seperti waktu dia pagi hari menyapu lantai terkadang agak membungkuk buat menjangkau debu di bawah sofa misalnya. Aku tak melewatkan untuk menikmati bulatan buah dada putihnya. Atau kalau dia sedang naik tangga belakang ke tempat jemuran. Aku bisa menikmati betis dan bagian paha belakangnya, walaupun bentuk kakinya tak begitu bagus, tapi putih mulus. Paling menyenangkan kalau memperhatikan dia mengepel lantai, makin banyak bagian dari buah dadanya yang terlihat, apalagi kalau dia memakai daster yang dadanya rendah. Tentu saja sebelum memperhatikan dia, aku harus memeriksa situasi dulu, ada isteriku atau anak-anakku engga.

Yang membuatku merasa beruntung adalah ketika aku terpaksa pulang lagi ke rumah karena ada berkas kantor yang ketinggalan. Waktu itu sekitar jam 10 pagi. Aku parkir mobilku di tepi jalan, tidak di garasi, toh hanya mengambil dokumen. Aku ketok pintu depan tak ada yang menyahut. Kemana nih si Uci (anakku yang SMU masuk siang). Si Tini pasti ada di belakang. Ternyata pintu tak terkunci, aku masuk, sepi, langsung ke belakang. Maksudnya mau memperingatkan anakku dan pembantu tentang kecerobohannya tak mengunci pintu. Sampai di belakang tak ada seorangpun. Ke mana mereka ini. Aku kembali ke ruang tengah. Saat itulah Tini muncul dari kamar mandinya. Aku berniat menegurnya, tapi niatku urung, sebab Tini keluar dari kamar mandi hanya berbalut handuk yang tak begitu lebar. Buah dada besar itu seakan ‘tumpah‘?. Lebih dari separuh dada tak tertutup handuk. Puting dada ke bawah saja yang tersembunyi. Dan bawahnya ”Seluruh pahanya tampak! Handuk sempit itu hanya sanggup menutup sampai pangkal pahanya saja. Aku segera mengambil posisi yang aman buat mengamatinya, dibalik pintu kaca belakang. Viterage itu akan menghalangi pandangan Tini ke dalam. Aman. Habis mandi dia masih berberes-beres berbagai peralatan cuci, dengan hanya berbalut handuk. Sebelumnya dia tak pernah begini, mungkin dikiranya tak ada orang, berarti Si Uci lagi pergi. Yang membuat jantungku berdegup kencang adalah, dengan membelakangiku Tini membungkuk mengambil sesuatu di dalam ember. Seluruh pantatnya kelihatan, bahkan sedetik aku sempat melihat kelaminnya dari belakang!

Tak hanya itu saja. Setelah selesai berberes, Tini melangkah memasuki kamarnya. Sebelum masuk kamar inilah yang membuat jantungku berhenti. Tini melepas handuknya dan menjemurnya dengan telanjang bulat! Hanya beberapa detik aku menikmati tubuh polosnya dari belakang agak samping. Bulatan buah dada kirinya sangat jelas. Kulit tubuhnya begitu bersih. Bentuk tubuhnya nyaris bagus, kecuali agak gemuk. Dada besar, pinggang menyempit, pinggul melebar dan pantat bulat menonjol ke belakang. Dia langsung melangkah masuk ke kamarnya. Dalam melangkah, sepersekian detik sempat terlihat bahwa bulu2 kelamin Tini lebat!

Aku tegang. Rasanya aku harus melanggar janjiku sendiri untuk tak meniduri pembantu. Ini adalah kesempatan baik. Tak ada siapapun di rumah. Aku tinggal masuk ke kamarnya dan menyalurkan ketegangan ini. Kukunci dulu pintu depan. Dengan mantap aku melangkah, siap berhubungan seks dengan wanita muda bahenol itu. Tapi sebelum keluar pintu belakang, aku ragu. Bagaimana kalau dia menolak kusetubuhi?. Kemarin saja dia menolak meneruskan mengocok penisku sampai keluar mani. Apakah sekarang ia akan membiarkan vaginanya kumasuki? Dia begitu merasa bersalah sama isteriku. Bahkan hanya buat mengonaniku, apalagi bersetubuh. Aku menimbang. Rasanya dia tak akan mau. Lagipula, apakah aku harus melanggar pantanganku sendiri hanya karena terangsang tubuh polosnya? Tapi aku sudah high sekarang.

Ah sudahlah, aku harus bersabar menunggu Senin depan, saatnya dia memijatku lagi. Mungkin aku bisa merayunya sehingga dia merasa ikhlas, tak bersalah, memberikan tubuhnya buat kunikmati. Untuk menyalurkan yang sudah terlanjur tegang ini terpaksa aku akan mengajak ‘makan siang’ wanita rekan kantorku seperti biasa kulakukan : makan siang di motel”’.!

Kami sudah di dalam kamar motel langgananku. Begitu pelayan berlalu, aku langsung mengunci pintu dan kupeluk si Ani, sebut saja begitu, mantan anak buahku, pasangan selingkuhku yang selalu siap setiap saat kubutuhkan.

‘Eehhmmmmhh‘? reaksinya begitu ciumanku sampai di lehernya.
Katanya mau makan dulu ‘. ‘?

‘Makan yang ini dulu ah .. ‘? kataku sambil tanganku yang telah menerobos rok mininya mampir ke selangkangannya.

‘Ehhmmmm kok tumben semangat banget nih‘ tadi malem engga dikasih ama dia ya?’
‘Udah kangen sih?’ Kutanggalkan blazernya.

‘Huuu .. gombal ! Kemarin aja acuh banget ”?

‘Kan sibuk kemarin’ Kubuka kancing blousenya satu persatu.
Padahal kami masih berdiri di balik pintu.

‘Alesan’
BH-nya juga kucopot, sepasang bukit itu telah terhidang bebas di depanku. Dengan gemas kuciumi kedua buah kenyal itu. Putingnya kusedot-sedot. Gantian kanan dan kiri. Walaupun sudah sering aku melumat-lumat buah ini, tapi tak bosan-bosan juga. Mulai terdengar lenguhan Ani. Tanganku sudah menerobos CD-nya, dan telunjukkupun mengetest, ‘pintu‘-nya sudah membasah. Lenguhan telah berubah menjadi rintihan. Yang aku suka pada wanita 30 tahun ini selain dia siap setiap saat kusetubuhi, juga karena Ani cepat panasnya.

Mulut dan jariku makin aktif. Rintihannya makin tak karuan. Hingga akhirnya‘

‘Ayo‘.. sekarang ‘Pak .. ‘? katanya.
Akupun sudah pengin masuk dari tadi. Kupelorotkan CD-nya dan kulepas celana dan CD ku juga. Kutuntun Ani menuju tempat tidur. Kurebahkan tubuhnya. Kusingkap rok mininya dan kubuka pahanya lebar-lebar. Siap. Padahal roknya masih belum lepas, begitu juga kemejaku. Kuarahkan penisku tepat di pintunya yang basah itu, dan kutekan.

‘Aaaaafffff hhhhhh ‘ teriak Ani.
Dengan perlahan tapi pasti, penisku memasuki liang senggamanya, sampai seluruh batang yang tergolong panjang itu tertelan vaginanya. Kocok ‘ goyang ‘. Kocok ‘. Goyang ‘. Seperti biasa.

Sampai jari2 Ani mencengkeram sprei kuat-kuat diiringi dengan rintihan histeris. Sampai aku menekan kuat2 penisku guna menyemprotkan maniku ke dalam vaginanya. Sampai terasa denyutan teratur di dalam sana. Sampai kami berdua rebah lemas keenakan ‘. Begitulah. Persetubuhanku dengan Ani begitu sama gayanya. Gaya standar. Hal ini karena kami hampir selalu diburu waktu, memanfaatkan waktu istirahat makan siang. Atau juga karena Ani cepat panasnya. Aku merasakannya monoton. Aku ingin sesuatu yang baru, tapi masih sayang melepaskan Ani, sebab sewaktu-waktu dia amat berguna meredakan keteganganku. Berarti harus menambah ‘koleksi ‘ lagi?
Mungkinkah sesuatu yang baru itu akan kudapatkan dari Tini? Ah, masih banyak hal yang musti kupertimbangkan. Pertama, tentang janjiku yang tak akan meniduri pembantu. Kedua, resiko ketahuan akan lebih besar. Ketiga, si Tini belum tentu mau, dia merasa terhalang oleh kebaikan isteriku. Tapi bahwa aku akan mendapatkan sesuatu yang lain, yaitu : jauh lebih muda dari umurku, buah dada yang sintal dan besar, foreplay yang mengasyikkan dengan memijatku, makin mendorongku untuk mendapatkan Tini. Tak sabar aku menunggu Senin depan, saatnya Tini akan memijatku lagi ‘.

Senin, pukul 12.00. Aku menelepon ke rumah. Uci yang mengangkat, belum berangkat sekolah dia rupanya. Aku mengharap Tini yang mengangkat telepon sehingga bisa janjian jam berapa dia mau memijatku. Satu jam berikutnya aku menelepon lagi, lama tak ada yang mengangkat, lalu

”Halo‘ suara Tini.
Aha!

‘Uci ada Tin?‘

‘Udah berangkat, Pak‘

‘Si Ade?‘

‘Mas Ade tadi nelepon mau pulang sore, ada belajar kelompok, katanya?’
Kesempatan nih.

‘Ya sudah ‘.. ehm ‘.. kerjaan kamu udah beres belum?‘

‘Hmm udah Pak, tinggal seterika entar sore?‘

‘Mau ‘kan kamu mijit Bapak lagi? Pegal2 nih kan udah seminggu‘
‘Bisa Pak, jam berapa Bapak pulang?‘

‘Sekarang?‘

‘Baik Pak, tapi saya mau mandi dulu‘

Agak lama aku menunggu di depan pintu baru Tini membukanya.

‘Maaf Pak, tadi baru mandi‘. Kata Tini tergopoh-gopoh.
Ah, penisku mulai bergerak naik. Tini mengenakan daster yang basah di beberapa bagian dan jelas sekali bentuk bulat buah kembarnya sebagai tanda dia tak memakai BH. Mungkin buru-buru.

‘Engga apa-apa. Bisa mulai?‘

‘Bisa pak, saya ganti baju dulu‘
Hampir saja aku bilang, engga usah, kamu gitu aja. Untung tak jadi, ketahuan banget ada maksud lain selain minta pijit. Aku masuk kamar dan segera bertelanjang bulat. Terbawa suasana, penisku udah tegak berdiri. Kututup dengan belitan handuk. Pintu diketok. Tini masuk. Mengenakan rok terusan berbunga kecil warna kuning cerah, agak ketat, agak pendek di atas lutut, berkancing di depan tengah sampai ke bawah, membuatnya makin tampak bersinar. Warna roknya sesuai benar dengan bersih kulitnya. Dada itu kelihatan makin menonjol saja. Penisku berdenyut.

‘Siap Tin?‘

‘Ya pak‘

Dengan hanya berbalut handuk, aku rebah ke tempat tidur, tengkurap. Tini mulai dengan memencet telapak kakiku. Ini mungkin urutan yang benar. Cara memijat tubuhku bagian belakang sama seperti pijatan pertama minggu lalu, kecuali waktu mau memijat pantat, Tini melepaskan handukku, aku jadi benar2 bugil sekarang. Wangi sabun mandi tercium dari tubuhnya ketika ia memijat bahuku. Selama telungkup ini, penisku berganti-ganti antara tegang dan surut. Bila sampai pada daerah sensitif, langsung tegang. Kalau ngobrol basa-basi dan ’serius‘, surut. Kalau ngobrolnya menjurus, tegang lagi.

‘Depannya Pak?‘

Dengan tenang aku membalikkan tubuhku yang telanjang bulat. Bayangkan, terlentang telanjang di depan pembantu. Penisku sedang surut. Tini melirik penisku, lagi2 hanya sekilas, sebelum mulai mengurut kakiku. Sekarang aku dengan jelas bisa melihatnya. Bayanganku akan bentuk buah dadanya di balik pakaiannya membuat penisku mulai menggeliat. Apalagi ketika ia mulai mengurut pahaku. Batang itu sudah tegak berdiri. Cara mengurut paha masih sama, sesekali menyentuh buah pelir. Bedanya, Tini lebih sering memandangi kelaminku yang telah dalam kondisi siap tempur.

‘Kenapa Tin?‘
Aku mulai iseng bertanya.

‘Ah ‘ engga‘ katanya sedikit gugup.
‘Cepet bangunnya’

Hi ..hi..hi..‘ katanya sambil ketawa polos.

‘Iya dong ‘. Kan masih sip kata kamu‘

Ada bedanya lagi. Kalau minggu lalu sehabis dari paha dia terus mengurut dadaku, kali ini dia langsung menggarap penisku, tanpa kuminta! Apakah ini tanda2 dia akan bersedia kusetubuhi. Jangan berharap dulu, mengingat ‘kesetiaan‘-nya kepada isteriku. Cara mengurut penisku masih sama, pencet dan urut, hanya tanpa kocokan. Jadi aku tak sempat ‘mendaki‘, cuman ‘ pengin menyetubuhinya!

‘Udah. Benar2 masih sip, Pak?‘

‘Mau coba sipnya?‘ kataku tiba2 dan menjurus.
Wajahnya sedikit berubah.

‘Jangan dong Pak, itu kan milik Ibu. Masa sih sama pembantu?‘

‘Engga apa-apa ‘ asal engga ada yang tahu aja”

Tini diam saja. Dia berpindah ke dadaku. Artinya jarak kami makin dekat, artinya rangsanganku makin bertambah, artinya aku bisa mulai menjamahnya.

Antara 2 kancing baju di dadanya terdapat celah terbuka yang menampakkan daging dada putih yang setengah terhimpit itu. Aduuuhhh ‘. Aku mampu bertahan engga nih ‘. Apakah aku akan melanggar janjiku?

Seperti minggu lalu juga tangan kiriku mulai nakal. Kuusap-usap pantatnya yang padat dan menonjol itu. Seperti minggu lalu juga, Tini menghindar dengan sopan. Tapi kali ini tanganku bandel, terus saja kembali ke situ meski dihindari berkali-kali. Lama2 Tini membiarkannya, bahkan ketika tanganku tak hanya mengusap tapi mulai meremas-remas pantat itu, Tini tak bereaksi, masih asyik mengurut. Tini masih saja asyik mengurut walaupun tanganku kini sudah menerobos gaunnya mengelus-elus pahanya. Tapi itu tak lama, Tini mengubah posisi berdirinya dan meraih tangan nakalku karena hendak mengurutnya, sambil menarik nafas panjang. Entah apa arti tarikan nafasnya itu, karena memang sesak atau mulai terangsang?

Tanganku mulai diurut. Ini berarti kesempatanku buat menjamah daerah dada. Pada kesempatan dia mengurut lengan atasku, telapak tanganku menyentuh bukit dadanya. Tak ada reaksi. Aku makin nekat. Tangan kananku yang sedari tadi nganggur, kini ikut menjamah dada sintal itu.

‘Paak…‘ Katanya pelan sambil menyingkirkan tanganku.
Okelah, untuk sementara aku nurut. Tak lama, aku sudah tak tahan untuk tak meremasi buah dada itu. Kudengar nafasnya sedikit meningkat temponya. Entah karena capek memijat atau mulai terangsang akibat remasanku pada dadanya. Yang penting : Dia tak menyingkirkan tanganku lagi. Aku makin nakal. Kancing paling atas kulepas, lalu jariku menyusup. Benar2 daging padat. Tak ada reaksi. Merasa kurang leluasa, satu lagi kancingnya kulepas. Kini telapak tanganku berhasil menyusup jauh sampai ke dalam BH-nya, Ah ‘ puting dadanya sudah mengeras! Tini menarik telapak tanganku dari dadanya.

‘Bapak kok nakal sih?‘
Katanya, dan ”.. tiba-tiba dia merebahkan tubuhnya ke dadaku. Aku sudah sangat paham akan sinyal ini. Berarti aku akan mendapatkannya, lupakan janjiku. Kupeluk tubuhnya erat2 lalu kuangkat sambil aku bangkit dan turun dari tempat tidur. Kubuka kancing blousenya lagi sehingga BH itu tampak seluruhnya. Buah dada sintal itu terlihat naik turun sesuai irama nafasnya yang mulai memburu. Kucium belahan dadanya, lalu bergeser ke kanan ke dada kirinya. Bukan main dada wanita muda ini. Bulat, padat, besar, putih.

Kuturunkan tali Bhnya sehingga puting tegang itu terbuka, dan langsung kusergap dengan mulutku.
‘Aaahhffffhhhhh…Paaaaak‘ rintihnya.
Tak ada penolakan. Aku pindah ke dada kanan, kulum juga. Kupelorotkan roknya hingga jatuh ke lantai. Kulepaskan kaitan BH-nya sehingga jatuh juga. Dengan perlahan kurebahkan Tini ke kasur, dada besar itu berguncang indah. Kembali aku menciumi, menjilati dan mengulumi kedua buah dadanya. Tini tak malu2 lagi melenguh dan merintih sebagai tanda dia menikmati cumbuanku.

Tanganku mengusapi pahanya yang licin, lalu berhenti di pinggangnya dan mulai menarik CD-nya

‘Jangan Pak‘. Kata Tini terengah sambil mencegah melorotnya CD.
Wah‘ engga bisa dong‘ aku udah sampai pada point no-return, harus berlanjut sampai hubungan kelamin.

‘Engga apa-apa Tin ya‘. Bapak pengin‘. Badan kamu bagus bener’
Waktu aku membuka Cdnya tadi, jelas kelihatan ada cairan bening yang lengket, menunjukkan bahwa dia sudah terangsang. Aku melanjutkan menarik CD-nya hingga lepas sama sekali. Tini tak mencegah lagi. Benar, Tini punya bulu kelamin yang lebat. Kini dua2nya sudah polos, dan dua2nya sudah terangsang, tunggu apa lagi. Kubuka pahanya lebar lebar. Kuletakkan lututku di antara kedua pahanya. Kuarahkan kepala penisku di lubang yang telah membasah itu, lalu kutekan sambil merebahkan diri ke tubuhnya.

‘Auww ‘. Pelan2 Pak ‘. Sakit ‘.! ‘?

‘Bapak pelan2 nih”
Aku tarik sedikit lalu memainkannya di mulut vaginanya.

‘Bapak sabar ya ‘. Saya udah lamaa sekali engga gini”

‘Ah masa’

‘Benar Pak‘

‘Iya deh sekarang bapak masukin lagi ya ‘. Pelan deh.. ‘

‘Benar Bapak engga bilang ke Ibu ‘kan?‘

‘Engga dong ‘ gila apa‘

Terpaksa aku pegangi penisku agar masuknya terkontrol. Kugeser-geser lagi di pintu vaginanya, ini akan menambah rangsangannya. Baru setelah itu menusuk sedikit dan pelan.

‘Aaghhhhfff ‘ serunya, tapi tak ada penolakan kaya tadi

‘Sakit lagi Tin?‘ Tini hanya menggelengkan kepalanya.

‘Terusin Pak ‘perlahan‘?
Sekarang dia yang minta. Aku menekan lagi. AH ‘ bukan main sempitnya vagina wanita muda ini. Kugosok-gosok lagi sebelum aku menekannya lagi. Mentok. Kalau dengan isteriku atau Si Ani, tekanan segini sudah cukup menenggelamkan penisku di vaginanya masing-masing. Tini memang beda. Tekan, goyang, tekan goyang, dibantu juga oleh goyangan Tini, akhirnya seluruh batang panisku tenggelam di vagina Tini yang sempit itu. Benar2 penisku terasa dijepit. Aku menarik penisku kembali secara amat perlahan. Gesekan dinding vagina sempit ini dengan kulit penisku begitu nikmat kurasakan. Setelah hampir sampai ke ujung, kutekan lagi perlahan pula sampai mentok. Demikian seterusnya dengan bertahap menambah kecepatan. Tingkah Tini sudah tak karuan. Selain merintih dan teriak, dia gerakkan tubuhnya dengan liar. Dari tangan meremas sampai membanting kepalanya sendiri. Semuanya liar. Akupun asyik memompa sambil merasakan nikmatnya gesekan. Kadang kocokan cepat, kadang gesekan pelan. Penisku mampu merasakan relung2 dinding vaginanya. Memang beda, janda muda beranak satu ini dibandingkan dengan isteriku yang telah kali melahirkan. Beda juga rasanya dengan Ani yang walaupun juga punya anak satu tapi sudah 30 tahun dan sering dimasuki oleh suaminya dan aku sendiri.

Aku masih memompa. Masih bervariasi kecepatannya. Nah, saat aku memompa cepat, tiba2 Tini menggerak-gerakan tubuhnya lebih liar, kepalanya berguncang dan kuku jarinya mencengkeram punggungku kuat-kuat sambil menjerit, benar2 menjerit! Dua detik kemudian gerakan tubuhnya total berhenti, cengkeraman makin kuat, dan penisku merasakan ada denyutan teratur di dalam sana. Ohh ‘nikmatnya‘.. Akupun menghentikan pompaanku. Lalu beberapa detik kemudian kepalanya rebah di bantal dan kedua belah tangannya terkulai ke kasur, lemas. Tini telah mencapai orgasme. Sementara aku sedang mendaki.

‘Paaak ‘ ooohhhh ‘..

‘Kenapa Tin?”

‘Ooohh sedapnya”

Lalu diam, hening dan tenang. Tapi tak lama. Sebentar kemudian badannya berguncang, teratur. Tini menangis!

‘Kenapa Tin?”

Air matanya mengalir. Masih menangis. Kaya gadis yang baru diperawani saja.

’Saya berdosa ama Ibu‘ katanya kemudian

‘Engga apa-apa Tin ‘.. Kan Bapak yang mau‘

‘Iya .. Bapak yang mulai sih. Kenapa Pak? Jadinya saya engga bisa menahan‘.

Aku diam saja.

‘Saya khawatir Pak‘.

‘Sama Ibu? Bapak engga akan bilang ke siapapun‘

‘Juga khawatir kalo… kalo’

‘Kalo apa Tin?‘

‘Kalo saya ketagihan‘.

‘Oh‘ jangan khawatir, Pasti Bapak kasih kalo kamu pengin lagi. Tinggal bilang aja‘

‘Ya itu masalahnya‘

‘Kenapa?‘

‘Kalo sering2 kan lama2 ketahuan .. ‘?

‘Yaah…harus hati2 dong‘ kataku sambil mulai lagi menggoyang.
Kan aku belum sampai.

‘Ehhmmmmmm ‘ reaksinya.
Goyang terus. Tarik ulur. Makin cepat. Tini juga mulai ikut bergoyang. Makin cepat. Aku merasakan hampir sampai di puncak.

‘Tin?‘

‘Ya ‘ Pak?’

‘Bapak ‘. hampir ‘. sampai”

‘Teruus ‘ Pak‘

‘Kalo ‘.. keluar ”.gimana?‘

‘Keluarin ‘..aja ” Pak‘… Engga‘. apa-apa?‘

‘Engga ‘.. usah ” dicabut?‘

‘Jangan ‘.. pak ”. aman ‘.. kok‘

Aku mempercepat genjotanku. Gesekan dinding vaginanya yang sangat terasa mengakibatkan aku cepat mendaki puncak. Kubenamkan penisku dalam2

Kusemprotkan maniku kuat2 di dalam. Sampai habis. Sampai lunglai. Sampai lemas.

Beberapa menit berikutnya kami masih membisu. Baru saja aku mengalami kenikmatan luar biasa. Suatu nikmat hubungan seks yang baru sekarang aku alami lagi setelah belasan tahun lalu berbulan madu dengan isteriku. Vagina Tini memang ‘gurih‘, dan aku bebas mencapai puncak tanpa khawatir resiko. Tapi benarkah tanpa resiko. Tadi dia bilang aman. Benarkah?

‘Tin?‘

‘Ya .. Pak?‘

‘Makasih ya ‘ benar2 nikmat‘

‘Sama-sama Pak. Saya juga merasakan nikmat‘

‘Masa ..?‘

‘Iya Pak. Ibu benar2 beruntung mendapatkan Bapak‘

‘Ah kamu’
‘Bener Pak. Sama suami engga seenak ini‘

‘Oh ya?”

‘Percaya engga Pak ‘. Baru kali ini saya merasa kayak melayang-layang”

‘Emang sama suami engga melayang, gitu?‘

‘Engga Pak. Seperti yang saya bilang ‘ punya Bapak bagus banget?‘

‘Katamu tadi ‘. Udah berapa lama kamu engga begini ..?‘

‘Sejak ‘.ehm ‘.. udah 4 bulan Pak‘

‘Lho ‘. Katanya kamu udah cerai 5 bulan?‘

‘Benar”

‘Trus?‘
‘Waktu itu saya kepepet Pak‘

‘Sama siapa?‘

‘Sama tamu. Tapi baru sekali itu Pak. Makanya saya hanya sebulan kerja di panti pijat itu. Engga tahan diganggu terus?‘

‘Cerita dong semuanya?‘

‘Ada tamu yang nafsunya gede banget. Udah saya kocok sampai keluar, masih aja dia mengganggu. Saya sampai tinggalin dia. Trus akhirnya dia ninggalin duit, lumayan banyak, sambil bilang saya ditunggu di Halte dekat sini, hari Sabtu jam 10.00. Dia mau ajak saya ke Hotel. Kalo saya mau, akan dikasih lagi sebesar itu‘

‘Trus?‘

‘Saya waktu itu benar2 butuh buat bayar rumah sakit, biaya perawatan adik saya. Jadi saya mau‘

‘Pernah sama tamu yang lain?‘

‘Engga pernah Pak. Habis itu trus saya langsung berhenti‘

‘Kapan kamu terakhir ‘main‘?‘

‘Ya itu ‘ sama tamu yang nafsunya gede itu, 4 bulan lalu. Setelah itu saya kerja jadi pembantu sebelum kesini. Selama itu saya engga pernah ‘main‘, sampai barusan tadi sama Bapak”. Enak banget barusan kali karena udah lama engga ngrasain ya ‘Pak ‘ atau emang punya Bapak siip banget ‘hi..hi.. ‘

Polos banget anak ini. Aku juga merasakan nikmat yang sangat. Dia mungkin engga menyadari bahwa dia punya vagina yang ‘legit‘, lengket-lengket sempit, dan seret.
‘Kamu engga takut hamil sama tamu itu?‘

‘Engga. Sehabis saya melahirkan kan pasang aiyudi (maksudnya IUD, spiral alat KB). Waktu cerai saya engga lepas, sampai sekarang. Bapak takut saya hamil ya?‘

Aku lega bukan main. Berarti untuk selanjutnya, aku bisa dengan bebas menidurinya tanpa khawatir dia akan hamil ‘.

‘Jam berapa Pak?‘

‘Jam 4 lewat 5‘

‘Pijitnya udah ya Pak ‘. Saya mau ke belakang dulu‘

‘Udah disitu aja‘ kataku sambil menyuruh dia ke kamar mandi dalam kamarku.
Dengan tenangnya Tini beranjak menuju kamar mandi, masih telanjang. Goyang pantatnya lumayan juga. Tak lama kemudian Tini muncul lagi. Baru sekarang aku bisa jelas melihat sepasang buah dada besarnya.

Bergoyang seirama langkahnya menuju ke tempat tidur memungut BH-nya. Melihat caranya memakai BH, aku jadi terangsang. Penisku mulai bangun lagi. Aku masih punya sekitar 45 menit sebelum isteriku pulang, cukup buat satu ronde lagi. Begitu Tini memungut CD-nya, tangannya kupegang, kuremas.

‘Bapak pengin lagi, Tin‘

‘Ah ‘ nanti Ibu keburu dateng , Pak‘

‘Masih ada waktu kok ‘

‘Ah Bapak nih ‘ gede juga nafsunya’ katanya, tapi tak menolak ketika BH nya kulepas lagi.
Sore itu kembali aku menikmati vagina legit milik Tini, janda muda beranak satu, pembantu rumah tanggaku ‘..

Hubungan seks kami selanjutnya tak perlu didahului oleh acara pijitan. Kapan aku mau tinggal pilih waktu yang aman (cuma Tini sendirian di rumah) biasanya sekitar jam 2 siang. Tini selalu menyambutku dengan antusias, sebab dia juga menikmati permainan penisku. Tempatnya, lebih aman di kamarnya, walaupun kurang nyaman. Bahkan dia mulai ‘berani’ memanggilku untuk menyetubuhinya. Suatu siang dia meneleponku ke kantor menginformasikan bahwa Uci udah berangkat sekolah dan Ade pergi less bahasa Inggris, itu artinya dia sendirian di rumah, artinya dia juga pengin disetubuhi. Terbukti, ketika aku langsung pulang, Tini menyambutku di pintu hanya berbalut handuk. Begitu pintu kukunci, dia langsung membuang handuknya dan menelanjangiku! Langsung saja kita main di sofa ruang tamu.