Minggu, 01 November 2009

Istri Majikannku

Ceritanya, hanya persoalan sepele yaitu orang tuaku menghendaki
agar aku tidak melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi, tapi aku tetap
ngotot untuk mendaftar pada salah satu perguruan tinggi di Makassar.
Karena tidak didukung orang tua, aku terpaksa meminjam uang dari tetangga
sebesar Rp.10.000,- buat ongkos mobil ke Makassar dan sisanya buat jajan.
Karena aku tidak punya kenalan di Kota Makassar, maka aku terpaksa
bermalam di terminal bus sambil mencari kenalan agar aku bisa mendapatkan
kerja secepatnya. Kerja apa saja asal halal.

Setelah dua hari aku bergaul dengan orang-orang terminal,
akhirnya ketemu dengan seorang tukang batu yang waktu itu sedang merenovasi tembok dan lantai tunggu para penumpang. Aku menawarkan diri menjadi buruh pada tukang tersebut, dan setelah kuceritakan masalahku yang
sebenarnya,akhirnya ia menerima tawaranku itu. Aku ditawarkan gaji
Rp.2.000,-/hari tanpa ditanggung makan dan penginapan. Aku langsung setuju saja,sebab jika tidak, aku akan mati kelaparan mengingat uang jajanku telah habis.
Namun aku minta agar gajiku dapat kuterima setiap hari dan tukang
itupun setuju. Setelah lima hari aku bekerja dengan tekun dan bermalam
bersama dengan sopir-sopir bus malam di terminal, aku dikenalkan dengan
seorang pengusaha beras yang kaya oleh salah seorang sopir bus kenalan
saya di terminal itu.

Malam itu aku diantar ke salah satu rumah besar yang beralamat di
Jl. SA.Aku gemetaran dan nampak kampungan ketika memasuki rumah yang
serba mewah itu. Kalau tidak salah, ada 7 buah mobil truk dan dua mobil
sedang serta 3 mobil kijang pick up di parkir di depannya. Seorang pembantu
laki-laki setengah baya mempersilahkanku masuk duduk di ruang tamu. Tidak
lama kemudian seorang gadis entah pembantu atau keluarga si pengusaha
itu sedang membawa 3 cangkir kopi beserta kue kering. Kue seperti itu
rasanya seringkali saya makan di kampungku.

Setelah kami duduk kurang lebih 2 menit di ruang tamu, tiba-tiba:

"Iyana eddi muaseng elo makkulliah na de' gaga ongkosona?(Ini
orangnya yang kamu maksud mau kuliah tapi tidak punya biaya?)" tanya
seseorang yang baru saja keluar dari kamarnya dengan perawakan tinggi besar, perut gendut dengan warna kulit agak hitam. Ia gunakan bahasa Bugis mirip bahasa yang sehari-hari kugunakan di kampungku.
"Iye' puang. Iyana eddi utihirakki (Yah betul. Inilah orangnya yang saya
antar)" jawab si sopir yang mengantarku itu. Selama di rumah itu,
kami bercakap dengan memakai bahasa daerah Bugis. Namun, untuk
memudahkan dan memperjelas kisahku ini, sebaiknya kugunakan bahasa Indonesia saja tanpa mengurangi makna percakapan kami, apalagi bahasa percakapan kami adalah campuran bahasa Indonesia dan Bugis.

"Oh yah, masuk saja dulu makan nak, siapa tahu temanmu itu belum
makan malam" katanya pada si sopir itu sambil mempersilahkan kami masuk
ke ruang dapur.
"Ayo Nis, kita sama-sama makan dulu baru ngobrol lagi" ajakan si
sopir itu seolah ia sudah terbiasa di rumah itu.
"Yah..terima kasih pa'. Rasanya aku masih kenyang" kataku
pura-pura kenyang meskipun sebenarnya aku sangat lapar karena belum makan malam.
"Ayolah...masuklah...jangan malu-malu. Tidak ada siapa-siapa di
rumah ini.
Biar sedikit saja di makan" kata sopir bersama dengan si pemilik
rumah itu sambil ia berdiri menuntunku masuk ke ruang makan. Ternyata di
atas meja telah tersedia makanan lengkap seolah meja itu tidak pernah
kosong dari makanan.

Setelah kami duduk di depan meja makan, aku menoleh kiri kanan
dalam ruanga itu dan sempat kulihat 3 orang perempuan di rumah itu.
Seorang di antaranya sedang cuci piring. Ia sudah cukup tua, yang jika
ditaksir usianya sekitar 50 tahun ke atas. Sedang yang satunya lagi sedang
berbaring di atas salah satu tempat tidur sambil membaca koran.
Bila ditaksir usianya antara 30 sampai 40 tahun. Namun seorang wanita
lagi sedang asyik nonton TV sambil bersandar pada rosban tempat wanita
berbaring sambil baca koran tadi. Ia nampak masih muda. Jika
ditaksir usianya sekitar 17 sampai 25 tahun. Nampaknya ia masih gadis.

Selama kami menyantap makanan di atas meja itu, kami tidak pernah
bicara sama sekali. Namun aku merasa diperhatikan sejak tadi oleh wanita
setenga baya yang sedang baca koran itu. Ia sesekali mengintip aku sambil
memegang korannya. Lebih aneh lagi, setiap kami beradu pandangan, wanita
itu melempar senyum manis. Aku sama sekali tidak mengerti maksudnya,
tapi aku tetap membalas dengan senyuman tanpa diperhatikan oleh si sopir
teman makanku itu. Kalau bukan karena si sopir itu berhenti duluan
makan, aku tidak bakal berhenti makan dan aku semakin betah duduk
berlama-lama di kursi makan itu berkat lemparan senyum si wanita setengah baya itu.

Setelah kami duduk kembali bersama dengan si sopir itu di ruang
tamu,laki-laki berperawakan besar tadi kembali duduk di depanku dan
berkata "Kamu dari daerah mana dan dimana orang tuamu nak?"tanya
laki-laki itu
"Dari Bone pa'. Orang tuaku tinggal di kampung" jawabku.
"Kamu tinggal di Kota Bone atau desanya?" tanyanya lagi serius.
"Di kampung jauh dari kota pa'" jawabku lagi.
"Saya sudah dengar permasalahanmu dari sopir ini. Kalau kamu mau
tinggal sama kami, aku siap membiayai kuliahmu jika kamu lulus nanti"
"Terima kasih banyak pa' atas budi baik bapak. Aku bersyukur
sekali bisa bertemu dengan bapak" kataku dengan penuh kesopanan.
"Kebetulan sekali kami juga asli Bugis tapi Bugis Sinjai. Bahkan
istri pertamaku tinggal di Kota Sinjai" lanjutnya terus terang.
"Yah kalau begitu, aku sangat beruntung pergi ke Makassar
ini"kataku.

Setelah kurang lebih 3 jam kami ngobrol, laki-laki itu menyuruh
kami masuk ke salah satu kamar depan untuk istirahat. Tapi si Sopir temanku
itu malah minta pamit dengan alasan pagi-pagi mau cari penumpang. Aku
mengerti dan laki-laki tadi yang belakangan kuketahui kalau ia adalah
majikanku dan kepala rumah tangga dalam keluarga itu, mengizinkan si sopir tadi pulang ke terminal. Sebelum majikanku itu berangkat untuk mengurus
usahanya pada esok harinya, sambil menyantap hidangan pagi bersama istrinya yang kemarin kulihat baca koran dan anak satu-satunya di rumah itu yang kemarin nonton
TV di ruang makan,ia memperkenalkan seluruh anggota keluarga dan
pembantunya di rumah itu, termasuk sopirnya. Setelah itu ia
tunjukkan kamar tidurku dan jelaskan kerjaku sehari-hari di rumah itu. Aku
diminta menjaga rumah dan membantu istri keduanya ketika ia sedang pergi
ke luar kota mengurus perusahaannya.

Aku senang sekali mendengar pekerjaan yang dibebankan padaku,
apalagi membantu istrinya yang kuyakini cukup ramah dan bijaksana. Sejak
hari pertama aku sudah cukup akrab dengan anggota keluarga di rumah
itu dan aku mengerjakan seluruh pekerjaan di rumah itu, termasuk mencuci,
memasak dan menyapu sebagaimana layaknya keluarga atau pembantu umum di rumah itu.
Sikap kami berjalan biasa-biasa saja tanpa ada keanehan hingga
hari kedua belas. Namun pada hari ketiga belas, pikiranku mulai terganggu
ketika majikan laki-lakiku menyampaikan bahwa ia akan pergi ke Sinjai
untuk membeli gabah dan beras untuk beberapa hari. Aku yakin kalau
pergaulanku dengan istri keduanya itu bisa tambah dekat, sebab akhir-akhir
ini istrinya itu sering minta aku membersihkan tempat tidurnya dan
berpakaian yang sedikit kurang sopan di depanku saat suaminya keluar rumah.
Aku justru sangat gembira mendengarnya.

Setelah majikan laki-lakiku itu berangkat bersama sopir
pribadinya sekitar pukul 9.00 pagi, aku kembali melaksanakan tugas hari-hariku
seperti hari-hari sebelumnya yakni mencuci pakaian, piring dan menyapu
tempat tidur majikanku. Pembantu rumah itu sedang menyapu di halaman
belakang, sementara anak gadis satu-satunya itu sedang ke sekolah.
"Nis, bisa ngga kamu membantu aku seperti suamiku membantuku
setiap malam?" tanya istri keduanya itu ketika aku sedang membersihkan
tempat tidurnya. Aku sangat kaget dan bingung atas permintaannya itu.
Aku tidak segera menjawab karena aku tidak tahu maksudnya dengan jelas.
"Membantu bagaimana yang ibu maksud?" tanyaku penuh ketakutan.
"Memijit kepala dan punggungku sebelum aku tidur, karena mataku
tak bisa tertidur sebelum dipijit" katanya sambil sedikit senyum.
"Kalau soal pijit memijit, kurasa sangat mudah bu'. Aku bisa,
tapi..tapiii aaapa bapak tidak marah nanti kalai ia tahu bu?" tanyaku
terbata-bata kalau-kalau ia hanya memancingku.
"Ngga bakal marah kok. Kan kamu sudah jadi kepercayaannya. Lagi
pula kamu diberi tugas menjaga aku selama ia belum pulang" katanya lagi.

Setelah kusetujui permintaannya, ia lalu keluar dan duduk baca
koran di ruang tamu, sedang aku ke halan depan untuk menyapu, lalu
istirahat di kamar tidurku. Setelah makan malam, aku bersama pembantu nonton TV di ruang makan, sedang ibu majikanku dan anak gadisnya nonton TV di kamarnya masing-masing. Setelah siaran berita yang kami tonton habis,
pembantu itu pergi tidur di kamarnya yang berdekatan dengan ruang dapur.
Sedangkan anak gadis majikanku masih terlihat belajar di kamarnya dengan pintu kamar yang terbuka lebar. Aku kembali teringat dengan perintah ibu majikanku tadi pagi. Aku bertanya-tanya dalam hati kapan perintah itu harus
kulaksanakan, karena ibu tidak menjelaskan jam berapa dan di mana. Di ruang
makan, atau ruang tamu ata di kamar tidurnya. Aku tunggu saja perintahnya
lebih lanjut.

Setelah terdengar pintu kamar anak gadis majikanku itu tertutup
dan terkunci rapat sebagai tanda ia sudah mau tidur, maka terdengar
pula pintu kamar majikanku terbuka pertanda ia mau keluar dari kamarnya. Aku

pura-pura tidak memperhatikannya. Namun tiba-tiba ibu majikanku
itu duduk tidak jauh di sampingku sambil nonton TV bersamaku.
"Nis,,sudah lupa yach permintaanku tadi pagi?" tanyanya setengah
berbisik yang membuat aku kaget dan gemetar.
"Ti..tiiidak bu'. Mmmaaaaf bu', aku hampir lupa" jawabku
ketakutan.
"Kalau begitu ayolah. Tunggu apa lagi. Khan sudah larut
malam"ajaknya
"Ta..tapi di mana bu'?" tanyaku singkat.
"Tentu di kamarku donk. Tidak mungkin di sini atau di
kamarmu"jawabnya

Aku sebenarnya sangat takut kalau ada orang lain yang mencurigai
aku. Tapi karena ini adalah perintah majikan, lagi pula semua orang di
rumah itu pada tidur, maka apapun resikonya aku harus jalankan. Ibu
majikanku berjalan dengan pelan seolah takut pula diketahui orang lain dan
ia menuju kamar tidurnya, sementara aku ikut di belakangnya dengan pelan
dan hati-hati pula. Setelah masuk kamar, ia lalu menutup dan mengunci
pintunya dengan rapat. Lalu ia membuka daster yang dipakainya dan terus
telungkup tanpa memakai baju, melainkan hanya BH dan celana tipis yang agak pendek di badannya.
"Ayo Nis,,silahkan dipijit kepala dan leherku bagian belakang
lalu punggungku" pintanya seolah tak sabar menunggu lagi. Aku segera
duduk di pinggir tempat tidurnya, lalu secara pelan dan hati-hati
menyentuh kepalanya bagian belakang, terus turun ke leher belakangnya.

Setelah aku mencoba menekan dan mengeraskan sedikit pijitanku,
ibu majikanku itu tiba-tiba bersuara dengan nada sedikit agak tinggi:

"Wah..kenapa tidak pakai minyak gosok Nis. Ambil di kolom
rosban?"
"Yah..yah..maaf bu'. Aku tidak melihatnya tadi" kataku dengan
suara agak tinggi pula.
"Jangan terlalu besar suaranya Nis, nanti kedengaran orang" kata
ibu.
Setelah ibu majikanku melarangku bersuara agak keras, ia lalu
berbisik "Punggungku juga Nis, biar aku bisa tidur nyenyak". Menyentuh
kepala dan rambut serta lehernya saja, aku sudah cukup terangsang dibuatnya.Apalagi memijit kulit punggugnya yang setengah telanjang itu. Tapi karena itu adalah perintah majikan, maka aku segera laksanakan.

Ketika aku menurunkan kedua tanganku dan menggosok-gosok
punggungnya,terasa hangat sekali. Kulit tubuhnya sangat putih dan halus.
Sesekali aku meletakkan tanganku di bawah ketiaknya dan di pinggir BH warna
abu-abu yang dikenakannya. Kedua tanganku semakin lengket dan lambat
gerakannya ketika ujung jariku sedikit menyelusup di balik pengikat BH dan
pinggir atas celananya. Bahkan sempat tanganku tidak bergerak sejenak
ketika konsentrasiku mulai mengarah ke balik pakaiannya itu.
"Nis,,kenapa diam. Ada apa, sehingga kami tidak menggerakkan
tanganmu itu?" tanyanya sambil bergerak dan sedikit berbalik, sehingga aku
sempat melihat sebahagian daging empuk yang ada di balik BH-nya itu.
"Ti..tidak apa-apa bu'. Hanya takut?" jawabku dengan nafas
terputus.
"Takut sama siapa?. Khan tidak ada orang lain di sini. capek
yaah?"

Setelah berkata begitu, ibu majikanku tiba-tiba berbalik arah
sehingga ia terlentang di depanku. Terpaksa kedua tanganku menyentuh tonjolan BH-nya tanpa sengaja. Ia hanya sedikit tersenyum dan berkata:
"Tidak keberatan khan jika kamu juga mengurut perutku, biar
tubuhku lebih segar lagi. Ayolah Nis..." katanya sambil meraih kedua tanganku
dan meletakkannya di atas pusarnya. Jantungku terasa hampir copot
ketika ibu majikanku itu mengangkat BH-nya sehingga bukit kembarnya nampak
jelas menantang di bawah kedua batang hidungku. Aku tak mampu bersuara
dan mengatur nafas, bahkan aku sedikit malu menatapnya, tapi:
"Jangan takut dan malu Nis. Ini adalah rezkimu, kesempatanmu dan
kamu pasti menginginkannya" katanya ketika aku mulai agak menghindar.
"Bbba..bagaimana ini bu'. Kek..kenapa bisa bbbbegggini?" tanyaku
penuh ketakutan dan nafasku sulit lagi kuatur.

Sebagai laki-laki normal yang hanya pernah mendengar dalam
cerita, tentu aku tidak mampu menolak dan menyia-nyiakan kesempatan ini.
Kenyataan inilah yang harus kualami, apalagi ini adalah perintah majikan.
Tanpa berpikir panjang lagi, aku segera menjatuhkan kedua tanganku di
atas bukit kembar itu. Mula-mula hanya kusentuh, kuraba dan kuelus-elus
saja, tapi lama kelamaan aku mencoba memberanikan diri untuk memegang dan
menekan-nekannya. Ternyata nikmat juga rasanya menyentuh benda
kenyal dan hangat, apalagi milik majikanku. Ibu majikanku kelihatan juga
menikmatinya, terlihat dari nafasnya yang mulai pula tidak
teratur.
Desiran mulutnya mulai kedengaran seolah tak mampu menyembunyikannya di
depanku.

"Auhh...terus Nis,,,nikmat sayang.
Tekan,,,ayo...teruuuss...aakhh... isap
Nis...jilat donk.."itulah erangan ibu majikanku sambil meraih kepalaku dan
membawanya ke payudaranya yang kenyal, empuk dan tidak terlalu
besar itu.
Aku tentu saja tidak menolaknya, bahkan sangat berkeinginan
menikmati pengalaman pertama dalam hidupku ini. Aku segera menjilat-jilat
putingnya,mengisap dan kadang sedikit menggigit sambil tetap memegangnya
dengan kedua tanganku. Aku tidak tahu kapan ia membuka celananya, tapi
yang jelas ketika aku sedikit melepas putingnya dari mulutku dan mengangkat
kepala, tiba-tiba kulihat seluruh tubuhnya telanjang bulat tanpa sehelai
benangpun di badannya.
"Ayo Nis,,kamu tentu tau apa yang harus kamu perbuat setelah aku
bugil begini. Yah khan?"pintanya sambil meraih kedua tanganku dan
membawanya ke selangkangannya. Lagi-lagi aku tentu mengikuti kemauannya. Aku mengelus-elus bulu-bulu yang tumbuh agak tipis di atas kedua bibir lubang kemaluannya yang sedikit mulai basah itu.

Aku rasanya tak ingin memindahkan mulutku dari bukit kenyalnya
itu, tapi karena ia menarik kepalaku turun ke selangkangannya di mana
tanganku bermain-main itu, maka aku dengan senang hati menurutinya.
"Cium donk. Jilat sayang. Kamu ngga jijik khan?" tanyanya.
"Ngga bu'" jawabku singkat, meskipun sebenarnya aku merasa
sedikit jijik karena belum pernah melakukan hal seperti itu, tapi aku pernah
dengar cerita dari temanku sewaktu di kampung bahwa orang Barat
kesukaannya menjilat dan mengisap cairan kemaluan wanita, sehingga akupun
ingin mencobanya. Ternyata benar, kemaluan wanita itu harum dan semakin
lama semakin merangsang. Entah perasaan itu juga bisa di temukan pada
wanita lain atau hanya pada ibu majikanku karena ia merawat dan
menyemprot farfum pada vaginanya.

Pinggul ibu majikanku semakin lama kujilat,semakin cepat
goyangannya,bahkan nafasnya semakin cepat keluarnya seolah ia dikejar hantu.
Kali ini aku berinisiatif sendiri menguak dengan lebar kedua pahanya, lalu
menatap sejenak bentuk kemaluannya yang mengkilap dan warnanya agak
kecoklatan yang di tengahnya tertancap segumpal kecil daging. Indah dan
mungil sekali. Aku coba memasukkan lidahku lebih dalam dan
menggerak-gerakkannya ke kiri dan ke kanan, lalu ke atas dan ke bawah. Pinggul ibu majikanku itu semakin tinggi terangkat dan gerakannya semakin cepat. Aku tidak mampu lagi mengendalikan gejolak nafsuku. Ingin rasanya aku segera menancapkan penisku yang mulai basah ke lubangnya yang sejak tadi basah pula.
Tapi ia belum memberi aba-aba sehingga aku terpaksa menahan sampai ada
sinyal dari dia.

"Berhenti sebentar Nis, akan kutunjukkan sesuatu" perintahnya
sambil mendorong kepalaku, lalu ia tiba-tiba bangkit dari tidurnya
sambil berpegangan pada leher bajuku. Kami duduk berhadapan, lalu ia
segera membuka kancing bajuku satu persatu hingga ia lepaskan dari
tubuhku. Ibu majikanku itu segera merangkul punggungku dan menjilati seluruh
tubuhku yang telanjang. Dari dahi, pipi, hidung, mulut, leher dan perutku
sampi ke pusarku, ia menyerangnya dengan mulutnya secara bertubi-tubi
sehingga membuatku merasa geli dan semakin terangsang.
"Nis,,aku sekalian buka semuanya yach,,"pintanya sambil
melepaskan sarung dan celana dalamku. Aku hanya mengangguk dan mebiarkannya menjamah seluruh tubuhku.
Sikap dan tindakan ibu majikanku itu membuat aku melupakan
segalanya, baik masalah keluargaku, penderitaanku, tujuan utamaku maupun status dan hubunganku dengan majikannya. Yang terpikir hanyalah bagaimana
menikmati seluruh tubuh ibu majikanku, termasuk menusuk lubang kemaluannya
dengan tongkatku yang sangat tegang itu.
"Bagaimana Nis,,? enak yach?" tanyanya ketika ia berhenti sejenak
menjilat dan memompa tongkatku dengan mulutnya. Lagi-lagi aku hanya mampu mengangguk untuk mengiyakan pertanyaannya. Ia mengisap dan
menggelomoh penisku dengan lahapnya bagaikan anjing makan tulang.
"Aduhhh...akhhh...uuuhhhh...." suara itulah yang mampu kukeluarkan dari
mulutku sambil menjambak rambut kepalanya.

"Ayo Nis,,,cepat masukkan inimu ke lubangku, aku sudah tak mampu
menahan nafsuku lagi sayang,," pintanya sambil menghempaskan tubuhnya ke
kasur dan tidur terlentang sambil membuka lebar-lebar kedua pahanya untuk
memudahkan penisku masuk ke kemaluannya. Aku tak berpikir apa- apa lagi dan tak mengambil tindakan lain kecuali segera mengangkangi pinggulnya,
lalu secara perlahan menusukkan ujung kemaluanku ke lubang vaginya
yang menganga lagi basah kuyup itu. Senti demi senti tanpa sedikitpun
kesulitan,penisku menyerobot masuk hingga amblas seluruhnya ke
lubang kenikmatan ibu majikanku itu. Mula-mula aku gocok, tarik dan
dorong keluar masuk secara pelan, namun semakin lama semakin kupercepat
gerakannya,sehingga menimbulkan suara aneh seiring dengan gerakan pinggul
kami yang seolah bergerak/bergoyang seirama.

"Plag..pliggg....ploggg,,,decak...decikkk..dec ukkk k" Bunyi itulah
yang terdengar dari peraduan antara penisku dan lubang vagina ibu
majikanku yang diiringi dengan nafas kami yang terputus-putus, tidak
teratur dan seolah saling kejar di keheningan malam itu. Aku yakin tak
seorangpun mendengarnya karena semua orang di rumah itu pada tidur nyenyak, apalagi kamar tempat kami bergulat sedikit berjauhan dengan kamar
lainnya, bahkan peristiwa itu terjadi sekitar pukul 11.00-12.00 malam.
"Bu',,bu',,aku ma,,mau..kkk" belum aku selesai berbisik di telinganya, ibu
majikanku tiba-tiba tersentak sambil mendorongku, lalu berkata:
"Tunggu dulu. Tahan sebentar sayang" katanya sambil memutar tubuhku
sehingga aku terpaksa berada di bawahnya. Ternyata ia mau merubah posisi
dan mau mengangkangiku. Setelah ia masukkan kembali penisku ke
lubangnya,ia lalu lompat-lompat di atasku sambil sesekali memutar gerakan
pinggulnya ke kiri dan ke kanan. Akibatnya suara aneh itu kembali mewarnai
gerakan kami malam itu "decik...decakkk..decukkk".

Setelah beberapa menit kemudian ibu majikanku berada di atasku seperti
orang yang naik kuda, ia nampaknya kecapean sehingga seluruh
badannya menindih badanku dengan menjulurkan lidahnya masuk ke mulutku.
Aku kembali merasakan desakan cairan hangat dari batang kemaluanku seolah mau keluar.
Aku merangkul punggung ibu majikanku dengan erat sekali.
"Akk..aakuuu tak mampu menahan lagi bu'. Aku keluarkan saja bu'
yah"Pintaku ketika cairan hangat itu terasa sudah diujung penisku dan
tiba-tiba ibu majikanku kembali tersentak dan segera menjatuhkan
badannya di sampingku sambil terlentang, lalu meraih kemaluanku dan
menggocoknya dengan keras serta mengarahkannya ke atas payudaranya. Cairan hangat yang sejak tadi mendesakku tiba-tiba muncrat ke atas dada dan payudara ibu majikanku. Iapun seolah sangat menikmatinya. Tarikan nafasnya terdengar panjang sekali dan ia seolah sangat lega.

Tindakan ibu majikanku tadi sungguh sangat terkontrol dan
terencana. Ia mampu menguasai nafsunya. Maklum ia sangat berpengalaman dalam masalah sex.
Terbukti ketika spermaku sudah sampai di ujung penisku, ia seolah tau
dan langsung dicabutnya kemudian ditumpahkan pada tubuhnya. Entah apa
maksudnya, tapi kelihatannya ia cukup menikmati.
"Nis,, anggaplah ini hadiah penyambutan dariku. Aku yakin kamu
belum pernah menerima hadiah seperti ini sebelumnya. Yah khan?" katanya
seolah sangat puas dan bahagia ketika kami saling berdamping dalam posisi tidur terlentang. Setelah berkata demikian, ia lalu memelukku dan
mengisap-isap bibirku, lalu berkata:"Terima kasih yah Nis atas bantuanmu mau memijit tubuhku. Mulai malam ini,Kamu kujadikan suami keduaku, tapi tugasmu hanya menyenangkan aku ketika suamiku tidak ada di rumah. Mau khan?" katanya berbisik.
"Yah,,bu'. Malah aku senang dan berterima kasih pada ibu atas
budi baiknya mau menolongku. Terima kasih banyak juga bu'" jawabku penuh
bahagia,bahkan rasanya aku mulai sedikit terangsang dibuatnya, tapi aku
malu mengatakannya pada ibu majikanku, kecuali jika ia memintanya.

Sejak saat itu, setiap majikan laki-lakiku bermalam di luar kota,
aku dan ibu majikanku seperti layaknya suami istri, meskipun hanya
berlaku antara jam 21.00 sampai 5.00 subuh saja. Sedang di luar waktu itu, kami seolah mempunyai hubungan antara majikan dan buruh di rumah itu. Aku
sangat disayangi oleh seluruh anggota keluarga majikanku karena aku
rajin dan patuh terhadap segala perintah majikan, sehingga selain aku
diperlakukan layaknya anak atau keluarga dekat di rumah itu, juga aku dibiayai
dalam mengikuti pendidikan pada salah satu perguruan tinggi swasta di
kota Makassar, bahkan aku diberikan sebuah kendaraan roda dua untuk
urusan sehari-hariku. Sayang aku dikeluarkan dari perguruan tinggi itu
pada semester 3 disebabkan aku tidak lulus pada beberapa mata kuliah
akibat kemalasanku belajar dan masuk kuliah.

Karena aku sangat malu dan berat pada majikan laki-lakiku atas
segala pengorbanan yang diberikan padaku selama ini,terpaksa aku
meninggalkan rumah itu tanpa seizin mereka dan aku kembali ke kota Bone untuk melanjutkan pendidikanku pada salah satu perguruan tinggi yang
ada di kotaku tersebut. Untung aku punya sedekit tabungan, karena selama
kuranglebih 2 tahun tinggal bersama majikanku, aku rajin menabung
setiap diberikan uang oleh majikanku. Selama 4 tahun mengikuti kuliah di
kotaku ini,akhirnya aku lulus dengan predikat baik berkat ketekunan dan
kerajinanku belajar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar